Bivitri Susanti, Menjadi Reformis Hukum Karena Terprovokasi Jalan Aktivis
Hukumonline Academy

Bivitri Susanti, Menjadi Reformis Hukum Karena Terprovokasi Jalan Aktivis

Kegandrungan dirinya dengan dunia aktivis setelah banyak terlibat dalam aktivitas kemahasiswaan di kampus sebelum menyandang gelar SH.

Oleh:
Moch. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 4 Menit

Karena itu, setelah melihat situasi hari ini, Bibip mendorong publik untuk tidak kehilangan harapan. Menurut peraih gelar Master of Laws Universitas Warwick, Inggris ini, perlu akumulasi gerakan masyarakat sipil yang lebih besar untuk tetap menyuarakan semangat antikorupsi di tanah air. Kelembagaan KPK yang ada saat ini harus didukung dengan cara tidak hanya menggantungkan harapan. Tapi lebih dari itu, terlibat secara aktif mengawasi sendi-sendi kehidupan bernegara.

Tidak hanya itu, Bibip juga menekankan terus upaya berkelanjutan untuk mereformasi lembaga penegakkan hukum yang lain agar lebih siap dan dipercaya publik dalam menangani tindak pidana korupsi. Untuk itu dirinya mendorong publik agar terlibat secara aktif.

“Masyarakat sipil harus lebih galak. Cara orang melawan ketidakadilan banyak. Bisa menulis, melakukan tindakan langsung, juga lebih banyak terbuka mendiskusikan. Jangan takut. Lakukan yang bisa dilakukan. Pembaharuan hukum itu juga bisa dilakukan dengan dibincangkan terus biar (kesalahan) tidak diterima sebagai satu kebenaran,” terang Bibip.

Ia menilai, hari-hari ini ada segelintir orang yang memang memiliki modal kemudian memanfaatkan chanel politik untuk mengakumulasi lebih banyak uang dan melilndungi asetnya. Orang-orang seperti inilah yang kini ramai disebut oligarki. Orang-orang ini serius untuk menguasai pemerintah dan para penerima suara rakyat di parlemen. Bukan tanpa alasan, karena melalui kebijakan negara yang bisa diintervensilah para oligarki ini melanggengkan keberadaannya. Dampak dari semua ini adalah semakin tingginya ketimpangan sosial.

“Makanya ada gap antara orang kaya dan miskin di Indonesia. Memang di semua negara demokrasi liberal oligarki ini ada,” tegas Bibip.

Karena itu dirinya menekankan pentingnya upaya reformasi kelembagaan politik di tanah air. Dengan meminimalisir akses oligarki dalam mengontrol kebijakan. Ia percaya situasi bisa berubah. Caranya? Bisa dimulai dari reformasi kelembagaan partai politik. Karena dari sanalah muara para politisi yang akan terlibat dalam proses pembuatan kebijakan di negeri ini.

“Yang mesti disadari, yang ambil keputusan bukan individu anggota DPR, yang ambil keputusan adalah fraksi dan dikontrol oleh Parpol yang di belakangnya dikontrol juga dengan uang. Kita sibuk dengan reformasi institusional tapi kita lupa dengan aktor-aktor oligarki itu,” terang Bibip.

Karena itu, perempuan yang juga merupakan akademisi di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Indonesia Jentera ini meyakinkan, untuk memulai reformasi hukum dibutuhkan peran semua pihak. Baik dari profesi hukum, akademisi, mahasiswa juga peran serta masyarakat luas agar refromasi hukum bisa berjalan sesuai yang dicita-citakan.

“Buat saya semangat pembaharuan hukum itu kalau dimiliki semua orang, kalau kita kerja bareng tuh energinya luar biasa. Menyuarakan hal yang gak benar itu sudah termasuk pembaharuan hukum lho. Jadi lakukan saja itu,” tandas Bibip mencontohkan.

Dapatkan artikel bernas yang disajikan secara mendalam dan komprehensif mengenai putusan pengadilan penting, problematika isu dan tren hukum ekslusif yang berdampak pada perkembangan hukum dan bisnis, tanpa gangguan iklan hanya di Premium Stories. Klik di sini.

Tags:

Berita Terkait