Blockchain Law, Pelindungan Data Pribadi dalam Ekonomi Digital
Kolom

Blockchain Law, Pelindungan Data Pribadi dalam Ekonomi Digital

Hukum dan kode algoritma adalah dua mekanisme pengaturan yang penting, karena masing-masing memiliki manfaat dan batasannya sendiri.

Bacaan 7 Menit
Danrivanto Budhijanto. Foto: RES
Danrivanto Budhijanto. Foto: RES

Revolusi Industri 4.0 melahirkan teknologi Blockchain (Metaverse, NFT, Smart Contract), Big Data, Internet of Things (IOT), Artificial Intelligence (AI), Learning Machine, dan robotic menjadikan perlunya lembaga hukum baru yaitu Lex Crypto.Lex Crypto atau Cryptographia didefinisikan sebagai “rules administered through self-executing smart contracts and decentralized (autonomous) organizations.” Lex Crypto merupakan sui generis dari disiplin ilmu Cyberlaw yang memberikan kecukupan, kekuatan, validitas, dan sanksi untuk prinsip-prinsip hukumnya. Cyberlaw mencakup pengumpulan, retensi, pemrosesan, transmisi, dan penggunaan data pribadi yang aman serta sah secara hukum dalam yurisdiksi virtual.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendorong transformasi digital untuk mempercepat pemulihan global dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang digelar di Bali pada Rabu, 16 November 2022. Indonesia sebagai Presidensi G20-2022 menyikapi bahwa ekonomi digital adalah kunci masa depan ekonomi sebagai pilar ketahanan di masa Pandemi Covid-19 dan menyumbang 15,5% PDB global serta membuka peluang masyarakat kecil menjadi bagian dari rantai pasok global.

Presiden menjelaskan bahwa ada tiga hal yang harus menjadi fokus. Pertama, kesetaraan akses digital di mana 2,9 miliar penduduk dunia belum terhubung dengan internet, termasuk 73 persen penduduk negara kurang berkembang. Infrastruktur digital juga belum merata dengan 390 juta orang tinggal di wilayah tanpa internet nirkabel sehingga G20 harus dapat memobilisasi investasi untuk membangun infrastruktur digital yang terjangkau bagi semua. Kedua, literasi digital yang harus menjangkau semua agar dapat berpartisipasi dalam ekonomi masa depan. G20 harus dapat menggerakkan kerja sama penguatan kapasitas digital bagi negara berkembang.

Ketiga, lingkungan digital yang aman dimana hoaks dan perundungan siber (cyber bullying) dapat memecah persatuan dan mengancam demokrasi. Presiden Jokowi memandang bahwa kebocoran data akibat kejahatan siber (cybercrimes) berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi hingga 5 triliun dolar AS pada tahun 2024 sehingga perlu dimitigasi melalui jaminan keamanan digital (digital security) dan pelindungan privasi (privacy protection). G20 harus mampu membangun kepercayaan sektor digital, termasuk melalui tata kelola digital global (global data governance).

Baca juga:

Lex Digitalis Data

Pelindungan data pribadi merupakan salah satu hak asasi manusia yang merupakan bagian dari pelindungan diri pribadi maka perlu diberikan landasan hukum untuk memberikan keamanan atas data pribadi, berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Presiden Jokowi secara resmi menandatangani Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) pada tanggal 17 Oktober 2022, tercatat sebagai Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022. UU PDP memberi wewenang kepada Pemerintah untuk mengawasi tata kelola data pribadi yang dilakukan penyelenggara sistem elektronik (PSE).

Pelindungan Data Pribadi tidak terlepas dengan norma Lex Informatica yang telah lebih termanisfestasi dalam komunikasi dan interaksi masyarakat. Suatu kebiasaan dan praktik terus menerus yang berevolusi menjadi lembaga hukum dikenal dalam sejarah hukum dengan "Lex Mercatoria" atau Hukum Para Pedagang. Lex Mercatoria secara independen melembagakan kedaulatan yurisdiksional dan memberikan keyakinan bagi para pelaku komersial tentang keadilan hakiki dalam hubungan transaksional mereka. (Harold J. Berman & Colin Kaufman, The Law of International Commercial Transactions (Lex Mercatoria), 19 HARV. INT'L L.J. 221 1978)

Tags:

Berita Terkait