Blok Migas Mahakam Harus Dikelola Negara
Berita

Blok Migas Mahakam Harus Dikelola Negara

Diperlukan PP soal mekanisme pengelolaan blok-blok migas yang masa kontraknya akan habis.

Oleh:
ANT
Bacaan 2 Menit


Dari gas di Blok Mahakam, jatah kedua kontraktor adalah 30 persen dari produksi perhari 2200 MMSCFD atau 660 MMSCFD yang setara 660 ribu MMBTO. Jika diasumsikan harga pers MMBTO adalah US$5, maka nilai total pemasukan kedua kontraktor perhari adalah US$3,30 juta.


Total pemasukan perhari kedua perusahaan dari Blok Mahakam adalah US$7,02 juta atau sekitar US$210,6 juta perbulan, atau setara Rp1,98 triliun perbulan.


Pendapatan itu bisa bertambah karena, seperti gas dari blok Mahakam, dibawa ke Bontang untuk diproses menjadi gas elpiji yang sangat laku seharga US$18 ke Jepang dan Korea Selatan.


Apabila kontrak dihentikan pada saat habis masa berlaku pada 2017, kata Daryatmo, maka uang itu akan mengalir ke kas negara dengan catatan pengerjaan diserahkan ke perusahaan negara.


"Kontraktor hanya menjalankan karena semua peralatan itu milik negara. Dia hanya punya kemampuan knowledge. Sehari dia dapat 7 juta dolar kalau berlanjut. Ini lobi mereka luar biasa," kata Daryatmo.


Kontrak migas itu, katanya, harus diputus sekarang. Bayangkan, kalau tiap bulan Rp2 triliun masuk ke negara, pendidikan dan kesehatan bisa murah.


Bambang Wuryanto kembali menambahkan, pihaknya merasa aneh dengan adanya sejumlah pejabat negara yang sudah menyatakan bahwa kontrak Blok Mahakam sebaiknya dilanjutkan perusahaan asing atas nama pengalaman pengelolaan.


Sementara di sisi lain, fakta menunjukkan Pertamina saja sudah memiliki kemampuan mengelola blok migas Prabumulih yang medannya lebih sulit. Bahkan Pertamina saja mampu mengeksplorasi sampai ke Venezuela. Banyak orang Indonesia yang diketahui sebagai pimpinan dan pelaksana pengeboran minyak dipakai di perusahaan minyak Qatar dan Amerika Serikat.


"Jadi ini penghinaan karena dianggap anak bangsa tak mampu. Masa setelah puluhan tahun dikatakan anak bangsa tak paham teknologi? Ini harus kembali ke negara," pungkas Bambang.

Tags: