Bolehkan Istri Menggugat Cerai Suami Secara Diam-diam? Simak Penjelasannya
Terbaru

Bolehkan Istri Menggugat Cerai Suami Secara Diam-diam? Simak Penjelasannya

Menurut peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perkawinan, tidak ada aturan yang mewajibkan istri untuk memberitahukan kepada suami terlebih dahulu sebelum mengajukan gugatan perceraian atau menggugat cerai suaminya. Dengan kata lain, langkah istri yang menggugat cerai suami diam-diam diperbolehkan menurut hukum.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 4 Menit
Bolehkan Istri Menggugat Cerai Suami Secara Diam-diam? Simak Penjelasannya
Hukumonline

Dalam menjalani bahtera rumah tangga, perselisihan merupakan suatu hal yang tidak bisa dielakkan. Respons pasangan suami istri terhadap penyelesaian konflik yang terjadi tentunya tidak sama, namun tak sedikit pula yang memutuskan untuk berpisah.

Baik suami maupun istri mempunyai hak yang sama untuk mengajukan gugatan cerai ke pengadilan, namun bagaimana jika gugatan cerai tersebut diajukan istri secara diam-diam?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, harus dipahami bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah Pengadilan (Pengadilan Negeri untuk yang beragama selain Islam dan Pengadilan Agama untuk yang beragama Islam) yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan (mediasi) kedua belah pihak (Pasal 39 ayat (1) UU Perkawinan).

Baca Juga:

​​Kemudian, untuk dapat melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami dan istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri sebagaimana diatur dalam Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan.

Adapun, alasan-alasan yang dapat menjadi penyebab perceraian adalah salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan, salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya, dan salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

Kemudian salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain, salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri, antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Tags:

Berita Terkait