BPK Bentuk Tim Pemeriksa Kerugian Negara Kasus TPPI
Berita

BPK Bentuk Tim Pemeriksa Kerugian Negara Kasus TPPI

BPK juga telah mulai melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu dalam kasus ini.

Oleh:
ANT
Bacaan 2 Menit
Gedung BPK. Foto: SGP
Gedung BPK. Foto: SGP

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) membentuk tim pemeriksa kerugian negara atas penunjukkan PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI) oleh Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) sebagai penjual kondensat bagian negara.

Juru Bicara BPK, Yudi Ramdan mengatakan, BPK telah memulai pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) untuk menghitung kerugian negara dari kasus ini. Menurutnya, Badan Reserse Kriminal Mabes Polri telah secara resmi meminta BPK untuk melanjutkan audit investigasi dengan perhitungan kerugian negara.

"Jangka waktu pemeriksaannya bergantung dari koordinasi BPK dengan aparat penegak hukum," kata Yudi di Jakarta, Jumat (19/6).

Sebelumnya, Anggota VII BPK, Achsanul Qosasi mengatakan pihaknya tidak hanya memeriksa TPPI dan BP Migas (sekarang SKK Migas) dalam kasus ini, melainkan juga dua BUMN sektor energi, untuk menggali kerugian negara dari aktivitas TPPI ke dua BUMN tersebut. Achsanul mensinyalir ada tiga poin yang menjadi perhatian BPK.

Pertama, penunjukan langsung SKK Migas kepada PT TPPI yang melanggar Peraturan BP Migas Nomor KPTS-20/BP00000/2003-50 mengenai Pedoman Tata Kerja Penunjukan Penjual Minyak Mentah/Kondesat Bagian Negara dan Keputusan Kepala BP Migas Nomor KPTS-24/BP00000/2003-S0 tentang Pembentukan Tim Penunjukan Penjualan Minyak Mentah Bagian Negara.

Kedua adalah kejadian yang berulang. Achsanul mensinyalir ada kegiatan TPPI dengan salah satu BUMN energi yang sudah terjadi berulang kali sejak 2002. Sedangkan untuk kasus penunjukkan TPPI oleh BP Migas, Bareskrim Polri hanya menyidik kegiatan penjualan kondensat bagian negara dari 2009 hingga 2011.

Ketiga adalah indikasi pelanggaran akibat ketidakpatuhan terhadap peraturan keuangan yang ada. Berdasarkan penelusuran, BPK sebetulnya pernah melaporkan temuan soal TPPI ini dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2012.

Dalam LHP tersebut, BPK menyebutkan adanya piutang jangka panjang dalam Bagian Anggaran (BA) 999.99 yang di dalamnya termasuk piutang jangka panjang dari PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (PT TPPI) sebesar 140,32 juta dolar AS. Piutang tersebut merupakan piutang migas yang jatuh tempo dalam waktu lebih dari 12 bulan.

BPK dalam LHP itu menyebutkan terdapat rencana restrukturisasi penyelesaian piutang PT TPPI yang tertuang dalam Kesepakatan Bersama antara SKK Migas, Pertamina, dan PPA pada 15 April 2013.

Terpisah, penyidik Bareskrim masih mempelajari dokumen-dokumen hasil penggeledahan yang disita dari kantor PT TPPI pada Kamis (18/6). "Kami masih mempelajari dokumen-dokumen hasil penggeledahan," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Victor E. Simanjuntak, di Mabes Polri, Jumat.

Pihaknya saat ini tengah fokus mengumpulkan bukti-bukti yang mengarah pada unsur tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus penjualan kondensat bagian negara yang melibatkan SKK Migas dan TPPI itu. "Mudah-mudahan dokumen-dokumen tersebut bisa memberikan data ke kami untuk pembuktian adanya TPPU. Kalau pidana korupsinya sudah bulat," ujarnya.

Sebagaimana diketahui, pada Kamis kemarin, penyidik Bareskrim Polri menggeledah kantor PT TPPI di Midplaza II Lantai 20, Jalan Sudirman, Jakarta Pusat. Selain itu, penggeledahan juga dilakukan di satu rumah milik tersangka RP dan dua rumah milik tersangka DH.

Dari informasi yang dihimpun, rumah RP tersebut terletak di Jalan Kalibata Utara II Nomor 34 Jakarta Selatan. Sedangkan rumah DH berlokasi di Jalan Siaga Bappenas Nomor 16 Pasar Minggu, Jakarta Selatan dan di Jalan Martimbang I Nomor 14 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Dalam kasus ini, Polri telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yakni RP, DH dan HW. Dari ketiganya, hanya HW yang belum pernah menjalani pemeriksaan karena berada di Singapura dengan alasan sakit. DH diketahui merupakan mantan Deputi Ekonomi dan Pemasaran BP Migas, RP mantan Kepala BP Migas. Sementara HW merupakan salah satu pendiri PT TPPI.

Dalam kasus, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 dan atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan atau Pasal 3 dan Pasal 6 UU Nomor 15 Tahun 2002 Tentang TPPU sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 25 Tahun 2003, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.

Tags:

Berita Terkait