BPKN: Putusan MK Terkait Sita Jaminan Fidusia Berikan Kepastian Hukum
Terbaru

BPKN: Putusan MK Terkait Sita Jaminan Fidusia Berikan Kepastian Hukum

Putusan MK tersebut sejatinya harus dipahami secara utuh oleh publik agar tidak terjebak pada asumsi yang menyimpang.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit

Dan cara penarikannya pun seringkali dilakukan sewenang-wenang. Misalnya, debt collector melakukan langsung kepada konsumen di mana pun, kapan pun, seperti banyak kasus yang terjadi selama ini.

“BPKN-RI menilai Ketentuan MK ini sudah tepat, yakni demi memberikan kepastian hukum dan rasa keadilan antara pihak leasing dengan konsumen serta menghindari timbulnya kesewenang-wenangan dalam pelaksanaan eksekusi. Oleh karena itu, segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi itu harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap,” tutup Firman.

Sebelumnya Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), Suwandi Wiratno menyampaikan putusan MK tersebut mempertegas perusahaan pembiayaan (leasing) dapat mengeksekusi objek jaminan fidusia tanpa melalui putusan pengadilan. Dia mengatakan sebelumnya ada anggapan setiap eksekusi tersebut harus melalui proses pengadilan.

“Putusan MK tersebut jelas eksekusi kendaraan dapat dilakukan saat ada wanprestasi dan kesukarelaan debitur,” jelas Suwandi.

Perselisihan atau konflik yang terjadi saat eksekusi tersebut, Suwandi menerangkan debitur dapat bernegosiasi dengan perusahaan pembiayaan saat awal penandatanganan perjanjian jual-beli. Sehingga, klausul eksekusi jaminan fidusia melalui proses pengadilan dimasukan dalam perjanjian tersebut.

Sayangnya, dia mengatakan mayoritas nasabah enggan mengetahui klausul-klausul perjanjian tersebut. “Sangat bisa negosiasi di awal, sayangnya konsumen enggak mau tahu, orang kami mau bacakan mereka bilang enggak usah dibacakan yang penting kendaraan dapat,” jelas Suwandi saat dihubungi Hukumonline, Kamis (9/9).

Kemudian, terdapat debitur nakal yang menjual kendaraan atau objek jaminan di bawah tangan. Pasalnya, berdasarkan Undang-Undang 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia penjualan bawah tangan tersebut melanggar hukum bahkan dapat dipidana.

“Sering terjadi 99 persen debitur sudah raib, tidak ada unit atau unit sudah ada di pihak ketiga. Apakah hal ini tidak boleh dieksekusi? Ini terjadi misalnya debitur lakukan penjualan di bawah tangan, oper alih, gadai. Larangan ini sudah ada di UU Fidusia dan bisa dipidana,” jelasnya.

Sehubungan penagihan, Suwandi mengatakan perusahaan pembiayaan yang legal mematuhi regulasi. Pihaknya telah menekankan kepada pihak penagih agar mengedepankan kesopanan dan tata krama terhadap debitur. Selain itu, pihak penagih tersebut wajib tersertifikasi sehingga menerapkan berbagai ketentuan yang berlaku. Dia menyampaikan berbagai kasus penagihan yang muncul dan berujung perkelahian diakibatkan oleh oknum-oknum penagih ilegal.

Tags:

Berita Terkait