BPPN Gizjeling-kan Debitur Nakal
Berita

BPPN Gizjeling-kan Debitur Nakal

Jakarta, hukumonline. Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) kembali mengumumkan tujuh obligor yang termasuk dalam kelompok Obligor Top 50. Ketujuh obligor tersebut adalah grup: Gunung Sewu, Nugra Santana, Raja Garuda Mas, PSP, Jayanti, Ongko, dan Dharmala. BPPN akan mengajukan permohonan paksa pbadan (gijzeling) debitur yang nakal.

Oleh:
Ari/AWi/APr
Bacaan 2 Menit

Kelima, Grup Jayanti terdiri dari 15 debitur yang antara lain bergerak di bidang kehutanan, pertanian dan properti. Kepemilikan saham dari kelompok usaha Jayanti dikuasai secara langsung dan tidak langsung oleh keluarga Burhan Uray.

Sementara itu Riswinan, Kepala divisi II AMC BPPN mengatakan bahwa pola penyelesaian utang Grup Jayanti adalah melalui pola pembentukan newco. Namun newco untuk Grup Jayanti berbeda dengan newco untuk Texmaco dan Tirtamas. Pembentukan newco bagi Grup Jayanti dilakukan setelah financial due diligence dan legal due diligence selesai dilakukan.

Surat paksa

Keenam, Grup Ongko dengan 29 Debitur di mana 25 debiturnya sedang dalam proses hukum. Dua debitur lainnya dari Grup Ongko yakni Bank Umum Nasional dan Yayasan Kesejahteraan Karyawan Bank Umum Nasional ditangani melalui PKPS (penyelesaian kewajiban pemengang saham).

Dua perusahaan Ongko yang dinilai sangat sulit diajak kooperatif adalah PT Segitiga Plaza Hotel dan Segitiga Atrium. Terhadap kedua perusahaan tersebut BPPN menggunakan kewenangannya sebagaimana diperoleh dalam PP No. 17 tahun 1999 tentang Badan Penyehatan Perbankan Nasional. Dalam PP No. 17 tahun 1999 tersebut, BPPN diperbolehkan mengambil tindakan hukum yang didahului dengan diterbitkannya surat peringatan kepada debitur.

Dalam surat peringatan itu, BPPN meminta kepada debitur agar dalam tenggang waktu tertentu biasanya delapan hari untuk melunasi seluruh kewajiban-kewajiban yang dimiliki debitur kepada BPPN. Jika ternyata dalam tempo delapan hari tersebut debitur tidak mengindahkan surat peringatan yang diterbitkan oleh BPPN, maka BPPN akan menerbitkan surat paksa.

Surat paksa ini merupakan suatu bentuk putusan hukum sesuai Pasal 56 ayat 2 PP No. 17 tahun 1999, yang mempunyai kekuatan dan kedudukan hukum sama dengan suatu putusan pengadilan yang mempunyai putusan pengadilan yang tetap.

Surat paksa tersebut sebenarnya sudah dikenal luas di BU PLN (Badan Urusan Piutang Lelang Negara) atau juga dalam BPSP (Badan Penyelesian Sengketa Pajak). Jika dalam waktu 24 jam debitur tidak mematuhi perintah yang ada  pada surat paksa, BPPN akan melakukan sisa eksekusi terhadap aset-aset debitur yang tercatat di BPPN.

Ketujuh, Grup Dharmala  ada 31 debitur di mana 22 debiturnya sedang dalam proses hukum. Proses hukumnya melalui gugatan perdata di pengadilan negeri, pengadilan niaga dan lewat kewenangan BPPN berdasarkan PP No. 17 tahun 1999 maupun melalui jalur hukum pidana lewat Kejaksaan Agung. Sementara itu kepemilkan saham dari kelompok Dharmala secara langsung dan tidak langsung dimiliki oleh Keluarga Gondokusumo.

Tags: