BRWA Beberkan 4 Tantangan Pengakuan Masyarakat dan Wilayah Hukum Adat
Terbaru

BRWA Beberkan 4 Tantangan Pengakuan Masyarakat dan Wilayah Hukum Adat

Mengingat belum ada UU tentang Masyarakat Hukum Adat, pengakuan terhadap masyarakat hukum adat masih mengandalkan ketentuan berbagai UU sektoral dan kebijakan pemerintah daerah melalui Peraturan Daerah atau Keputusan Kepala Daerah.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Keempat, rendahnya dukungan kepada masyarakat adat dalam proses pemetaan partisipatif wilayah adat dan fasilitasi penyiapan data yang memadai. Dukungan itu sangat dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan teknis dan substantif seperti yang diatur dalam kebijakan daerah maupun peraturan perundangan-undangan.

Kasmita mencatat di beberapa daerah masyarakat hukum adat mengambil peluang untuk mempercepat proses pengakuan hak masyarakat hukum adat. Hal itu karena sudah ada kerangka hukum dan kebijakan, serta dukungan politik dan kepemimpinan kepala daerah.

Tapi sekarang Kasmita melihat banyak terjadi pergantian kepemimpinan kepala daerah karena masa jabatan berakhir. Pelaksana tugas kepala daerah dikhawatirkan tidak melanjutkan program tersebut. Jelang tahun politik sampai pemilu 2024 nanti dia khawatir proses pengakuan masyarakat hukum adat berhenti.

“Tapi sebaliknya pelaksanaan proyek strategis nasional seperti IKN, food estate, industri pariwisata super premium, dan lainnya semakin gencar. Bahkan mengancam keberadaan masyarakat dan wilayah hukum adat.”

Sebagai informasi, BRWA adalah lembaga tempat pendaftaran (registrasi) wilayah adat yang dibentuk tahun 2010. Sejumlah organisasi masyarakat sipil yang berinisiatif membentuk BRWA meliputi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP), Forest Watch Indonesia (FWI), Konsorsium Pendukung Sistem Hutan Kerakyatan (KpSHK), dan Sawit Watch (SW).

Tags:

Berita Terkait