Buntut Kasus Davomas, BPPN Ajukan Kasasi
Berita

Buntut Kasus Davomas, BPPN Ajukan Kasasi

Jakarta, hukumonline. Segenap jajaran PT Davomas Abadi Tbk (Davomas) sepertinya belum bisa tidur nyenyak. Rencana perdamaian Davomas dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sebelumnya memang telah disahkan oleh Pengadilan Niaga. Akan tetapi BPPN selaku salah satu kreditur Davomas mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

Oleh:
Leo/APr
Bacaan 2 Menit

BPPN mengajukan kasasi

Atas putusan pengesahan perdamaian tersebut, BPPN melalui kantor hukum Fuady, Tommy, Aji Wijaya mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung. Ada beberapa poin yang dijadikan dasar BPPN untuk mengajukan kasasi.

Poin pertama, sebagaimana tertuang dalam permohonan kasasi yang disampaikan pada 25 September 2000, adalah adanya kesalahan berat dalam menerapkan hukum karena keabsahan dan identitas kreditur tidak diselidiki secara layak.

Selain itu, juga terdapat kesalahan berat dalam menerapkan hukum karena tidak mau mempertimbangkan pengakuan kreditur di muka sidang yang akan memberikan keterangan bahwa kreditur tidak pernah memegang promes dan tidak pernah memberikan kuasa.

Untuk memperkuat argumentasi tersebut, kuaasa hukum BPPN mengacu pada ketentuan pasal 269 ayat (2c) jo. Pasal 284 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan (UUK). Inti dari pasal ini menyatakan bahwa hakim wajib untuk menolak mengesahkan perdamaian apabila perdamaian dicapai melalui penipuan atau upaya yang mengarah pada persekongkolan.

Kepentingan negara

Munir Fuady, SH MH LLM, kuasa hukum yang mewakili BPPN, menegaskan bahwa alasan utama pengajuan kasasi karena BPPN  bekerja untuk kepentingan negara. Oleh karena itu dirinya tidak mau setengah-setengah untuk memperjuangkan kepentingan BPPN. "Jadi apapun yang mungkin kami lakukan, ya kami lakukan," kata Munir kepada hukumonline.

Menurut Munir, pertimbangan utama pengajuan kasasi adalah karena hakim tidak memperhitungkan adanya rekayasa dan kreditur fiktif. "Hal tersebut  sangat fatal," cetusnya.

Munir berpendapat bahwa kalau hal itu dipertimbangkan, hasil penghitungan suara akan lain. Padahal kewenangan itu diberikan oleh UUK dengan mengacu pasal 269 ayat (2c). Karena majelis hakim tidak mengacu pada pasal 269 ayat (2c), Munir melihat hal tersebut sebagai kesalahan penerapan hukum.

Halaman Selanjutnya:
Tags: