Business Judgement Rule, Jembatan Perlindungan Direksi Perusahaan BUMN
Terbaru

Business Judgement Rule, Jembatan Perlindungan Direksi Perusahaan BUMN

Sepanjang telah memenuhi prinsip-prinsip business judgement rule, direksi tak perlu ragu menjalankan aksi korporasi. Tapi di lain sisi, masih terdapat perbedaan definisi tentang kerugian keuangan negara antar UU.

Oleh:
Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 7 Menit

 

Formulasi penyelesaian kerugian

Hukumonline.com

VP Legal Litigation PT. Pertamina (Persero), Jarrod Prastowo memberikan laporan terkait Potret Business Judgement Rule. Foto: istimewa.

 

Dalam buku ‘Potret Business Judgement Rule Praktik Pertanggungjawaban Pengelolaan BUMN’,  tim penulis menyodorkan formulasi dalam penyelesaian kerugian keuangan perusahaan. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 01/PHPU-PRES/XVII/2019 dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 10 Tahun 2020 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2020 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan, dapat dijadikan titik tolak  dalam penyesuaian formulasi penyelesaian kerugian keuangan perusahaan.

 

Setidaknya terdapat  dua formulasi atau bentuk tata cara yang ditawarkan yang dibedakan berdasarkan BUMN/ holding BUMN dan anak perusahaan/subholding. Pertama, penyelesaian kerugian keuangan perusahaan BUMN-Holding. Nah hukum berfungsi menilai pelaksanaan business judgement rule dan upaya hukum yang efektif. Yakni menggunakan hukum keuangan negara, hukum pidana dan hukum perdata.

 

Kedua, penyelesaian kerugian keuangan anak perusahaan/subholding. Nah indikator penyelesaikan  kerugian keuangan perusahaan di anak perusahaan/subholding terlebih dahulu dilakukan berdasarkan penilaian melalui dua indikator yang bersifat kumulatif. Yakni indikator tanpa penyertaan BUMN. Kemudian indikator  tidak menerima fasilitas negara.

 

Bila dua indikator tersebut tidak terpenuhi, maka mekanisme penyelesaiannya berlaku formula pertama. Sebaliknya, bila dua indikator  terpenuhi,  maka mengikuti pola penyesuaian formulasi kedua. Nah, agar mekanisme penyelesaian kerugian keuangan anak perusahaan/subholding dapat berjalan, maka terlebih dahulu didukung dengan peraturan internal perusahaan.

 

Karenanya, pengaturan-pengaturan ke depannya dibuat dengan berbasis kompetensi dan profesionalisme. Sebaliknya, peraturan yang tidak berbasis kompetensi dan profesionalisme berdampak bertumpunya kewenangan yang berlebihan pada suatu fungsi Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP)/ Satuan Pengawas Intern (SPI). Hal tersebut tak sejalan dengan perubahan  paradigma yang diarahkan Presiden dan direalisasikan oleh aparat penegak hukum untuk mengedepankan upaya pencegahan (non-penal).

 

Pengaturan Perusahaan yang belum berbasis kompetensi akan menghasilkan suatu output penilaian yang tidak objektif dan tidak profesional. Padahal, hasil penilaianya sangat berpengaruh pada penentuan sikap direksi untuk bertindak. Secara sederhana, idealnya fungsi legal counsel di suatu BUMN terlibat aktif. Bahkan, berkewajiban menganalisis unsur-unsur pasal dalam dugaan pelanggaran.

Tags: