Business Judgment Rule: Praktik Pertanggungjawaban Pengelolaan BUMN
Terbaru

Business Judgment Rule: Praktik Pertanggungjawaban Pengelolaan BUMN

Prinsip business judgment rule sejatinya menjadi jalan tengah saat terjadi pertentangan antara otoritas direksi dalam menjalankan perseroan dan tuntutan akuntabilitas direksi terhadap pemegang saham.

Oleh:
Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 6 Menit
Buku 'Potret Business Judgment Rule: Praktik Pertanggungjawaban Pengelolaan BUMN'. Foto: istimewa.
Buku 'Potret Business Judgment Rule: Praktik Pertanggungjawaban Pengelolaan BUMN'. Foto: istimewa.

‘Sudah jatuh tertimpa tangga’. Pepatah itu acapkali berkelindan dengan petinggi perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akibat ‘tersandung’ mengambil kebijakan yang dianggap tidak tepat dan berujung menimbulkan kerugian keuangan negara. Padahal bila menerapkan doktrin business judgment rule   secara optimal serta disiplin pada persyaratannya, petinggi perusahaan BUMN dalam mengambil kebijakan tak perlu khawatir bakal berurusan dengan aparat penegak hukum.

 

Memang, kegiatan bisnis acapkali memiliki potensi merugi, sekalipun telah melalui proses perhitungan matang. Keputusan maupun kebijakan yang ditempuh petinggi perusahaan notabene milik negara, kerapkali berujung pada hukum pidana, saat terjadi dugaan kerugian keuangan negara. Kondisi tersebut menjadikan para pemangku kepentingan di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ketar-ketir dalam melangkah. Seakan tak ada jalan lain,  melalui jalur hukum administrasi negara maupun perdata misalnya.

 

Padahal,  praktik penerapan doktrin business judgment rule  di tanah air sejatinya sudah berjalan.    Tapi, bila menilik doktrin yang notabene berasal dari negara Paman Sam Amerika Serikat   itu, menekankan pada direksi memiliki kekebalan sebagai pembuat keputusan bisnis dan penghormatan terhadap otonomi yudisial yang diberikan kepada dewan direktur.   Nah, melalui doktrin business judgment rule, negara-negara yang menganut sistem common  law  mencegah lembaga peradilan mengadili keputusan bisnis yang dibuat direksi pada perusahaan terbatas.

 

Tujuannya, agar tidak terperosok pada jebakan  akibat keputusan yang dianggap keliru melalui pertimbangan manajemen perusahaan. Dalam melihat praktik penerapan doktrin business judgment rule  perusahaan BUMN, ada baiknya menelaah kajian dalam Buku berjudul ‘Potret Business Judgment Rule: Praktik Pertanggungjawaban Pengelolaan BUMN.

 

Buku setebal 320 halaman dan enam bab, diramu dengan tim penulis yang ciamik terdiri dari beberapa unsur. Seperti unsur BUMN, Pertamina dan Kejaksaan RI. Kolaborasi penerbitan dan pencetakan buku pun menggandeng PT Balai Pustaka (Persero) dan Pertamina Foundation. Hal penting buku dari buku ini bisa menjadi acuan dalam melihat praktik penerapan business judgment rule di perusahaan, khususnya di BUMN. Menariknya, terdapat kajian dan analisis mendalam dari berbagai putusan pengadilan oleh tim penulis yang dikoordiinatori Tatu Aditya.

 

Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin  merespon positif terbitnya buku ‘Potret Business Judgment Rule: Praktik Pertanggungjawaban Pengelolaan BUMN. Sebab buku tersebut hasil pengumpulan bahan dan analisa dari berbagai praktik penanganan perkara yang berkaitan dengan doktrin  business judgment rule  di Indonesia. Menariknya, beragam jenis putusan dan  ratio decidendi-nya diurai secara gamblang.

 

Bagi Jaksa Agung, doktrin business judgment rule   telah banyak dijadikan dasar putusan pengadilan. Karenanya, prinsip Fiduciary Duty, Good Corporate Governance, dan pengertian keuangan negara telah berkembang sedemikian rupa. Itu sebabnya, membutuhkan kecepatan, kecermatan, dan ketelitian bagi para pengambil kebijakan pada perusahaan maupun aparat penegak hukum dalam memperoleh pemahaman yang holistik mengenai doktrin tersebut. Dengan demikian, setiap aksi korporasi dapat dilakukan lebih bertanggung jawab tanpa menimbulkan kerugian keuangan negara maupun kerugian perekonomian negara.

Tags: