Business Judgment Rule Sarana Perlindungan Bagi Direksi BUMN yang ‘Lurus’
Utama

Business Judgment Rule Sarana Perlindungan Bagi Direksi BUMN yang ‘Lurus’

BUMN persero adalah badan hukum yang punya kekayaan tersediri. Akan ada perubahan regulasi?

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi pembuatan keputusan. Ilustrator: HOL
Ilustrasi pembuatan keputusan. Ilustrator: HOL

Jajaran direksi dan komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) tidak perlu khawatir berlebihan atas persoalan hukum apabila dalam menjalankan tugas mereka berjalan ‘lurus’. Kriteria ‘lurus’ dalam konteks ini juga sudah ditetapkan dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT).

Advokat sekaligus akademisi, Miko Kamal, mengatakan hukum telah menyediakan sarana perlindungan bagi pengelolan BUMN/BUMD yang benar-benar menjalankan tugasnya dengan baik. “Pengelola yang beriktikad baik dilindungi oleh hukum,” ujarnya dalam diskusi daring mengenai kerugian BUMN/BUMD yang diselenggarakan Perkumpulan Intelektual Hukum Indonesia (PIHI), Sabtu (12/2).

Jalan keluar yang dimaksud Miko Kamal adalah konsep Business Judgment Rule (BJR). Apabila para pengelola BUMN/BUMD berbentuk Perseroan Terbatas (PT) mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan, dan memperhatikan benar Pasal 97 ayat (5) UUPT, mereka akan dilindungi hukum. “BJR adalah jalan keluar dari ketakutan direksi perseroan,” ujarnya dalam diskusi yang diikuti hukumonline.

Pasal 97 ayat (5) UUP menegaskan anggota Direksi PT tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian perseroan apabila dapat membuktika: (a) kerugian tersebut terjadi bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; (b) telah melakukan pengurusan dengan iktikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan; (c) tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan (d) telah mengambul tindakan untuk memcegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.

Salah satu putusan menarik yang menunjukkan berperannya BJR adalah putusan dugaan korupsi atas nama mantan Dirut Pertamina, Karen Agustiawan. Pada Maret 2020, lima anggota majelis hakim agung satu suara menyatakan Karen lepas dari tuntutan hukum karena hasil dari investasi Pertamina yang menjadi pangkal tudukan korupsi adalah risiko bisnis. Menurut Mahkamah Agung, tindakan Karena sudah memenuhi kaidah-kaidah BJR. “Apa yang dilakukan terdakwa Karena adalah Business Judgment Rule, dan perbuatan itu bukan merupakan tindak pidana,” ujar juru bicara Mahkamah Agung, Andi Samsan Nganro, kepada hukumonline, saat itu.

Miko Kamal pernah menjadi ahli dalam sidang pengujian UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan UU No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan di Mahkamah Konstitusi. Pandangan senada disampaikan Miko dalam keterangan ahlinya. Prinsip-prinsip corporate governance (tata kelola perusahaan yang baik) berlaku juga di BUMN/BUMD perseroan, sebagaimana halnya dalam badan usaha milik swasta (BUMS). Cuma, ada perbedaan mengenai status kehadiran dan pertanggungjawaban pemegang saham di RUPS. Dalam RUPS perusahaan swasta, yang hadir adalah ultima shareholders, atau ultimate principal; sebaliknya kehadiran pemerintah sebagai pemegang saham dalam RUPS BUMN/BUMD adalah acting principal. Ultima principal dalam pengelolana BUMN/BUMD adalah publik. Pandangan Miko ini didasarkan pada teori agency.

Lewat putusan No. 62/PUU-XI/2013, Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya. Meskipun kekayaan BUMN/BUMD adalah kekayaan negara yang sudah dipisahkan, Mahkamah Konstitusi berpendapat pemisahan itu tidak berarti kekayaan BUMN/BUMD terlepas dari kekayaan negara. Dari perspektif transaksi yang terjadi, pemisahan itu tidak dapat dikonstruksi sebagaii pemisahakan kepemilikan sehingga tetaplah sebagai kekayaan negara.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait