Butuh Sosialisasi Masif atas Substansi RUU Cipta Kerja
Berita

Butuh Sosialisasi Masif atas Substansi RUU Cipta Kerja

Hanya 26 persen warga yang mengetahui RUU Cipta Kerja menunjukkan ada pekerjaan rumah untuk menyebarkan informasi tentang RUU secara lebih luas dan merata agar lebih diketahui masyarakat

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

Poppy berpendapat ekonomi Indonesia didominasi sektor dengan nilai tambah rendah. Kondisi ini semakin buruk karena tingkat produktivitas juga rendah. Sektor yang berkontribusi tinggi menyerap tenaga kerja Indonesia sampai 58 persen yakni usaha mikro. Perekonomian Indonesia banyak ditopang oleh konsumsi rumah tangga.

Dia mengingatkan sebelum mengesahkan RUU Cipta Kerja, pemerintah dan DPR harus membahas secara serius berbagai pasal yang dinilai bermasalah seperti PKWT, outsourcing, pengupahan, dan waktu kerja. “Kami mendukung RUU ini untuk menciptakan lapangan kerja yang layak agar masyarakat dapat memenuhi kebutuhan hidup secara layak,” katanya.

Ketua Umum KASBI, Nining Elitos, mengatakan sejumlah organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) sejak awal menilai penyusunan RUU Cipta Kerja tidak transparan. Pemerintah hanya mengajak kalangan dunia usaha. Pihak buruh baru diajak ketika draft pemerintah sudah final dan diserahkan ke DPR. “Kerja layak dan upah layak tidak akan terwujud jika regulasi yang diterbitkan substansinya buruk,” kata dia.

Menurut Nining, responden yang mendukung RUU Cipta Kerja belum mengetahui substansi RUU secara jelas. Dia menyebut sebelum pemerintah menyerahkan draft RUU Cipta Kerja kepada DPR, masyarakat terutama kalangan buruh kesulitan mengakses rancangan draft tersebut. Nining mengingatkan pemerintah dan DPR untuk berhati-hati dalam menerbitkan UU. “RUU Cipta Kerja ini berdampak besar tidak hanya kepada kalangan buruh, tapi juga masyarakat hukum adat, lingkungan hidup, dan pertanahan. Jangan sampai hanya mengeksploitasi SDM dan SDA,” kata dia.

Wakil Ketua Komisi IX DPR, Nihayatul Wafiroh, menilai RUU Cipta Kerja ditujukan untuk meningkatkan perekonomian, kesejahteraan rakyat, dan membuka lapangan kerja. Tapi dia mengingatkan agar tidak ada kelompok yang ditinggalkan dalam pembahasan RUU Cipta Kerja. Substansi yang paling banyak disorot masyarakat terkait klaster ketenagakerjaan, seperti menghapus upah minimum karena acuannya diganti menjadi jam kerja dan memangkas pesangon.

Pembahasan RUU Cipta Kerja menurut Nihayatul dilakukan oleh badan legislasi (baleg) DPR. Dia mengimbau seluruh masyarakat untuk mengawal dan memberi masukan terhadap RUU Cipta Kerja. “Semua masukan masyarakat harus didengarkan,” katanya.

Tags:

Berita Terkait