Nama Adnan Buyung Nasution, Todung Mulya Lubis, Frans Hendra Winarta, Abdul Rahman Saleh, dan Abdurrahman tidak dapat dilepaskan dari sejarah dan perkembangan bantuan hukum di Indonesia. Nama Daniel S. Lev juga patut disebut sebagai penulis asing yang menaruh perhatian pada sejarah bantuan hukum di Indonesia. Tulisan-tulisan tokoh tersebut menjadi warisan berharga bagi generasi masa kini karena memuat uraian yang kaya dan inspiratif. Perjuangan mereka bisa disebut telah membuahkan hasil karena program bantuan hukum bagi warga miskin sudah masuk dalam APBN.
Kini, setiap tahun, ratusan Organisasi Bantuan Hukum (OBH) yang lolos verifikasi dan akreditasi dari Badan Pembinaan Hukum Nasional membantu warga miskin pencari keadilan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Meskipun persebarannya belum sepenuhnya ideal, tetapi justiciabelen yang terbantu semakin merata. Kini, bantuan hukum tidak hanya identik dengan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang didirikan Adnan Buyung Nasution, dan belasan LBH di bawahnya. Tampil dengan nama beragam, ukuran kantor dan jumlah sumber daya advokat yang tidak sama, OBH menjadi harapan bagi para pencari keadilan.
Para advokat dan pengacara publik yang bekerja di OBH bukan saja membantu pencari keadilan menghadapi kasusnya, tetapi juga berperan membangun literasi hukum bagi masyarakat. Meskipun pada umumnya dilakukan secara konvensional, perkembangan teknologi memungkinkan akses para pencari keadilan lebih terbuka. Jenis kasus yang ditangani juga kian beragam.
Baca juga:
- LBH Makassar Beberkan Tantangan Penerapan Restorative Justice
- Alami Pelanggaran Kebebasan Berkesenian? Ini Tempat Melaporkannya
- LBH Pers Soroti 3 Regulasi yang Mengancam Kebebasan Pers
Sejak dulu, bantuan hukum bertujuan membantu masyarakat miskin. Konsep pengadilan Aeropagus yang dikenal pada zaman Athena kuno memberi peluang bagi pihak yang dirugikan untuk meminta persidangan. Pada perjalanannya, bantuan hukum dipandang sebagai bagian dari kedermawanan dalam beragama, sehingga muncullah istilah pro deo yang bermakna ‘untuk Tuhan’. Belakangan, memberikan bantuan hukum kepada warga miskin dipandang sebagai kewajiban profesional advokat.
Buku “Bantuan Hukum untuk Pencari Keadilan” yang ditulis Kurniawan Tri Wibowo dan Kaspudin Noor ini adalah literatur terbaru yang menyajikan kepada pembaca seluk beluk bantuan hukum. Buku ini bukan saja mengulas perkembangan bantuan hukum di Indonesia, tetapi juga membuat ikhtisar bantuan hukum di lima belas negara, termasuk di Amerika Serikat, India, Turki, dan negara-negara ASEAN.
Beberapa bagian dari buku ini menyajikan fase-fase perjalanan bantuan hukum di Indonesia, baik dalam konteks Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat maupun Undang-Undang No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Pertanyaan yang layak diajukan: apakah bantuan hukum yang disinggung dalam kedua undang-undang tersebut sama?