Calon Wakil Ketua MA Banyak Menyorot Pembenahan di MA
Berita

Calon Wakil Ketua MA Banyak Menyorot Pembenahan di MA

Jakarta, hukumonline. Jika para calon ketua Mahkamah Agung (MA) mengemukakan mengenai supremasi hukum, para calon wakil ketua MA banyak menyorot mengenai upaya pembenahan di MA. Sebuah pekerjaan berat dengan energi ekstra bagi kandidat yang terpilih.

Oleh:
Nay/APr
Bacaan 2 Menit

Ada spesialisasi

Sementara itu pada giliran keempat, Marianna Sutadi menginginkan agar ada kamar-kamar atau spesialisasi supaya ada Komisi Judisial. Ia juga berpendapat bahwa publikasi putusan dan pengaduan masyarakat harus segera ditanggapi.

Marianna mengaku sangat miris usul untuk mengimpor hakim beberapa waktu lalu. Menurutnya, itu tidak mungkin karena dalam UU No. 2 tahun 1986 ditentukan bahwa hakim, termasuk hakim ad hoc, harus WNI dan harus setia pada Pancasila dan UUD 45.

Ketika ditanya kebaikan MA, Marianna mengemukakan bahwa sudah banyak yurisprudensi yang dihasilkan oleh MA dan ada keparcayaan dari negara lain untuk bekerjasama, seperti memberikan pendidikan dan pelatihan.

Marianna tampaknya takut mengemukakan pendapat pribadi ketika ditanya ingin tugas apa jika menjadi wakil ketua MA. "Tidak ada undang-undang yang menyatakan, apa tugas ketua dan wakil ketua," katanya. Kemudian Marianna ditanya lagi, kalau boleh minta, apa tugas yang diinginkannya. "Masa diminta, itu kan ditugaskan oleh Ketua MA sebagai pimpinan tertinggi. Marianna menjelaskan, karena para ketua muda merupakan pembantu teknis, maka wakil ketua merupakan koordinator dari para ketua muda.

Marianna juga tidak setuju kalau ada larangan hakim bertemu dengan pengacara. "Itu terlalu ekstrim. Kalau mau KKN  kan di mana saja bisa," tukasnya. Dia merasa selama ini kehadiran pengacara yang bertanya tentang kasusnya merupakan kontrol. Mungkin karena gugup ketika ditanya supremasi hukum pada pasal berapa di UUD, Marianna menyatakan tidak tahu.

Mahkamah Konstitusi

Parman Suparman, calon wakil ketua MA yang mendapat giliran kelima, menyatalkan bahwa pasal 25 UUD tentang kekusanaan kehakiman tidak perlu diamandeman. Ia berpendapat, Mahkamah Konstitusi sebaiknya tidak dikaitkan dengan MA, tetapi merupakan badan tersendiri yang setaraf dengan MA. Alasannya, beban MA sudah berat.

Parman juga mempermasalahkan satu atap kehakiman di bawah MA yang belum terwujud. "Itu karena tidak ada political will pemerintah. Mantan Dirjen di Depkeh inilah yang menyiapkan pemindahan kekuasaan kehakiman ke MA. Dia mengaku, walau sudah jadi hakim agung tiga tahun karena dua tahun jadi Dirjen di Depkeh, baru tiga bulan sebagai hakim agung.

Tags: