Catatan atas Pembatalan Aturan Daluarsa Hak Pekerja
Kolom

Catatan atas Pembatalan Aturan Daluarsa Hak Pekerja

Putusan MK ini diharapkan dapat mendorong para pengusaha untuk taat hukum.

Bacaan 2 Menit

Perdebatan baru
Dalam hukum ketenagakerjaan substansi Pasal 96 bukan hal baru. Hakikat  ketentuan itu sudah dikenal sejak pemerintah memberlakukan PP No. 8 tahun 1981 tentang Perlindungan Upah yang masih berlaku sampai sekarang. Ketentuan Pasal 96 merupakan ‘copy paste’ dari Pasal 30 PP No. 8 tahun 1981.

Keberadaan PP Perlindungan Upah bisa memicu perdebatan baru. Pengusaha berpeluang mengatakan, masa daluwarsa hak selama dua tahun masih berlaku dengan mendasarkan argumen pada Pasal 30 PP Perlindungan Pemerintah. 

Pekerja bukan pihak yang tepat disalahkan manakala pengusaha tidak membayar sesuai peraturan yang berlaku. Otoritas membayar hak pekerja berada di tangan pengusaha.

Anggapan negatif terhadap penerapan daluwarsa sudah mengemuka sebelum putusan MK dibacakan. Pemikiran untuk meninjau ulang ketentuan daluwarsa dalam hubungan kerja dijelaskan dalam buku yang dibuat oleh penulis terkait tentang ulasan atas putusan MK di bidang ketenagakerjaan. Penulis mengatakan, ketentuan daluwarsa merugikan buruh. Ketentuan daluwarsa bisa digunakan melanggar hak buruh dan melindungi pengusaha menggelapkan hak buruh. Penulis menegaskan, tidak ada daluwarsa terhadap  hak normatif (Juanda Pangaribuan, 2012:89).

Uraian di atas meretas delapan catatan penting. Pertama, ketentuan daluwarsa   tentang hak normatif terakhir kali berlaku pada tanggal 18 September 2013. Kedua, berdasarkan asas lex superiori derogat legi inferiori, ketentuan daluwarsa hak dalam Pasal 30 PP Perlindungan Upah tidak dapat diberlakukan sebagai pengganti dari Pasal 96 UU Ketenagakerjaan.

Ketiga, perusahaan tidak perlu resah dengan pembatalan ketentuan daluwarsa sebab dalam perkembangan masyarakat dan industri, pemerintah dan masyarakat mengharapkan kepatuhan pengusaha menjalankan peraturan yang berlaku. Keempat, pihak yang keberatan dengan pembatalan ketentuan daluwarsa, secara a contrario dianggap sebagai pihak yang berkeinginan membayar hak pekerja/buruh menyimpang dari peraturan yang berlaku.

Kelima, putusan MK dapat dimaknai sebagai motivator ke arah perubahan budaya hukum di sektor ketenagakerjaan sehingga di masa mendatang akan muncul pengusaha-pengusaha yang taat hukum. Ketiadaan peraturan mengatur batas daluwarsa hak pekerja/buruh justeru akan mendorong pengusaha mematuhi semua norma hukum dan bertindak secara hati-hati.

Kenam, MK tidak mengatakan putusan itu berlaku surut (retroaktif). Terhitung sejak putusan itu dibacakan, pekerja tidak boleh menggunakan putusan itu sebagai dasar menuntut pengusaha untuk membayar hak atau kekekurangan pembayaran hak sampai waktu tidak terbatas.

Ketujuh, putusan MK berlaku di masa yang akan datang, sepanjang pembentuk UU tidak mengatur lain dalam regulasi terbaru. Kedelapan, pasca putusan MK pengusaha tidak perlu kuatir menghadapi tuntutan pekerja. Karena pekerja tidak mungkin mengajukan tuntutan bila pengusaha sudah membayar hak pekerja sesuai hukum yang berlaku.

*) Hakim Ad Hoc Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Tulisan ini merupakan pendapat pribadi.

Tags:

Berita Terkait