Catatan Hukum DPN Peradi untuk Pemerintahan Jokowi
Utama

Catatan Hukum DPN Peradi untuk Pemerintahan Jokowi

Peradi menilai pemerintahan Presiden Jokowi masih amat lemah di bidang hukum. Dalam catatan hukumnya, Peradi turut memberikan kritik terhadap MA, KY, dan DPR.

Oleh:
CR-28
Bacaan 4 Menit
Ketua Umum DPN Peradi Otto Hasibuan saat menyampaikan 'Catatan Hukum Awal Tahun Peradi', Jum'at (7/1/2022). Foto: RES
Ketua Umum DPN Peradi Otto Hasibuan saat menyampaikan 'Catatan Hukum Awal Tahun Peradi', Jum'at (7/1/2022). Foto: RES

Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi) menggelar acara perayaan hari ulang tahun ke-17 di Sekretariat Nasional DPN Peradi, Jumat (7/1/2022). Acara hari ulang ke-17 ini menjadi pembuka Rapat Awal Tahun Pengurus Harian DPN Peradi. Tapi, sebelumnya diisi dengan Konferensi Pers: Catatan Hukum Awal Tahun Peradi, yang disampaikan oleh Ketua Umum DPN Peradi Prof Otto Hasibuan.   

Dalam kesempatan itu, Otto Hasibuan menyampaikan apresiasinya kepada pemerintah yang dipimpin Presiden Jokowi, terutama berkembang pesatnya bidang Ekonomi, Politik, Sosial, Infrastruktur, dan khususnya keberhasilan dalam menangani pandemi Covid-19. Otto melihat, penanganan Covid-19 di Indonesia menjadi salah satu yang terbaik di Asia.

Meski demikian, dia menyayangkan keberhasilan tersebut tidak diimbangi dengan pembangunan di bidang hukum yang baik. “Peradi menilai pemerintahan Presiden Jokowi masih amat lemah di bidang hukum. Konsentrasi yang diberikan kepada pembangunan infrastruktur dan lainnya dirasa tidak sepadan dengan pembangunan hukum,” ujar Otto Hasibuan. 

Peradi menilai Presiden Jokowi masih belum bertindak sebagaimana mestinya sebagai seorang “panglima” di lembaga-lembaga penegakan hukum yang bisa mengkoordinir seluruh penegak hukum yang ada. Presiden dan tim juga dirasa hanya memandang penegak hukum sebatas pada polisi, hakim, jaksa, dan KPK. Belum memperhatikan dan melihat advokat sebagai penegak hukum, sehingga pemerintah tidak memberikan atensinya terhadap advokat sebagai penegak hukum.

Padahal Peradi, organisasi advokat, atau advokat itu sendiri adalah salah satu penegak hukum yang memiliki pengaruh terbesar dalam memastikan jalannya proses penegakan hukum itu. "Sering kami katakan karena potensi itu sangat besar, dia juga berpotensi mengubah hukum menjadi lurus. Tapi ini belum mendapat perhatian dari Presiden. Mungkin yang lain sudah, tapi saya belum pernah mendengar terucap dari Presiden kata-kata advokat sekalipun dalam pidatonya. Disini terlihat Presiden tidak memberi perhatian cukup terhadap advokat selaku penegak hukum. Ini catatan kami yang pertama." (Baca Juga: Otto Hasibuan: Dua Hal Ini Modal Jadi Advokat Sukses)

Otto melanjutkan sepanjang 2021, Peradi juga menilai dalam hal sistem peradilan, penegakan hukum masih berjalan di tempat. Tidak ada satu hal yang luar biasa yang dilakukan pengadilan termasuk Mahkamah Agung (MA) yang dapat dilihat dari putusan-putusannya. Peradi mensinyalir itu terjadi karena adanya kelesuan para hakim, khususnya di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi yang terjadi demotivasi.

"Motivasi hakim (agung, red) itu menjadi luntur karena adanya sistem rekrutmen hakim yang selama ini dipegang oleh Komisi Yudisial (KY) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Mengapa? Hakim tidak lagi tergerak membuat putusan yang baik karena membuat putusan yang baik pun tidak berarti dia akan mendapat jenjang karir yang lebih bagus."

Untuk itu, Peradi mengusulkan bahwa hak yang dimiliki KY untuk rekrutmen hakim agung diambil (dihapus, red) dan tidak diberikan lagi kepada KY. Sehingga KY dapat fokus sebagai lembaga yang mengawasi para hakim agung dan hakim di bawahnya. Nantinya kewenangan rekrutmen sepenuhnya dikembalikan kepada MA agar mutu hakim agung bisa kembali lebih baik lagi, sehingga bisa menghasilkan putusan yang berkualitas.  

Poin selanjutnya, Otto meminta pertanggungjawaban MA atas rusaknya atau menurunnya kualitas advokat Indonesia. Karena dengan adanya SK KMA No.73 Tahun 2015 yang membolehkan seorang advokat disumpah atas usulan organisasi advokat di luar Peradi. Hal ini berakibat rekrutmen advokat tidak memenuhi standar profesi yang sebenarnya.

"Kualitas advokat menjadi rendah, sampai sembarang orang bisa menjadi advokat karena sudah disumpah di hadapan Ketua Pengadilan Tinggi atas perintah SK KMA. Kerusakan ini harus menjadi tanggung jawab MA. Kami meminta MA untuk segera mencabut surat itu, karena selain telah melanggar UU, melanggar putusan MK, juga dapat menghancurkan harapan dan nilai keadilan yang ingin dicapai setiap masyarakat Indonesia."

Perihal peraturan perundang-undangan, Peradi melihat DPR cukup gesit dalam membentuk UU, meski masih belum mencapai target yang diinginkan. Disamping kuantitas, kualitas dari UU itu sendiri turut menjadi perhatian. Dengan banyaknya UU yang diterbitkan dirasa belum seluruhnya mencerminkan apa yang diinginkan rakyat Indonesia. Terlebih dengan minimnya pelibatan Peradi sebagai organisasi profesi yang bergerak dalam bidang penegakan hukum.

Salah satu produk hukum kontroversial yang dikhawatirkan bisa membawa kekacauan hukum ke depannya adalah Pasal 2 RKUHP yang pada ayat (1)-nya menyebutkan, "ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam Undang-Undang ini". 

Menurutnya, pasal tersebut dianggap sebagai ancaman yang amat berbahaya bagi masyarakat karena memungkinkan pemidanaan tanpa aturan jelas yang tertulis sebelumnya. Untuk itu, Peradi meminta pemerintah untuk kembali memperhatikan isi RKUHP tersebut karena ditakutkan potensi membuat hukum Indonesia menjadi chaos.

“Kalau pemerintah yang sangat kuat dengan koalisinya di DPR ini digunakan untuk kepentingan yang baik, saya yakin negara ini akan menjadi baik. Tetapi kalau kewenangan dan kekuatan yang dimiliki digunakan untuk tujuan yang tidak baik dalam berhukum, berpotensi juga rusaknya hukum di negeri ini. Saya meminta Presiden menangkap momentum ini, kiranya hak itu dapat diberdayakan untuk kepentingan penegakan hukum di Republik kita ini," tutup Otto.

Tags:

Berita Terkait