Catatan Kritis terhadap Tindak Pidana Lingkungan dalam RKUHP
Berita

Catatan Kritis terhadap Tindak Pidana Lingkungan dalam RKUHP

Mulai menghilangkan kekhasan tindak pidana lingkungan hidup, tidak jelasnya penerapan asas ultimum remedium dan premium remedium, pidana tambahan, jenis sanksi pemidanaan, dimuatnya unsur melawan hukum, hingga tidak membedakan pertanggungjawaban korporasi dengan pengurusnya.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

Pertanggungjawaban korporasi

Di sisi lain, Dosen Hukum Lingkungan Hidup Fakultas Hukum Universitas Indonesia Andri Gunawan Wibisana menilai ada beberapa kekeliruan rumusan pertanggungjawaban pidana korporasi dalam RKUHP. Dia membandingkan rumusan pertanggungjawaban pidana korporasi dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) dan Kejaksaan Agung.

 

“RKUHP mempersulit penerapan pertanggungjawaban korporasi karena tindak pidana korporasi terjadi hanya bila dilakukan oleh pengurus. RKUHP tidak membedakan pertanggungjawaban korporasi dan pertanggungjawaban individual pengurus korporasi yang bersangkutan. Jadi, pengaturan pertanggungjawaban korporasi masih setengah hati.”

 

Menurutnya, ada ketidakjelasan mengenai pengertian tindak pidana korporasi. Meski entitas korporasi sudah diakui dapat turut bertanggung jawab atas tindak pidana seperti diatur Pasal 55 RKUHP. Namun, definisi tindak pidana korporasi sebagaimana diatur Pasal 53 draf RKUHP masih belum jelas.

 

Rumusan Pasal 53 RKUHP menyebutkan Tindak Pidana oleh Korporasi adalah Tindak Pidana yang dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kedudukan fungsional dalam struktur organisasi Korporasi yang bertindak untuk dan atas nama Korporasi atau bertindak demi kepentingan Korporasi, yang berdasarkan hubungan kerja atau berdasarkan hubungan lain dalam lingkup usaha atau kegiatan Korporasi tersebut, baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama.”

 

Hal lain, ada tumpang tindih mengenai pidana tambahan korporasi dengan bentuk tindakan terhadap korporasi. Merujuk rumusan Pasal 130 RKUHP, pidana terhadap korporasi terbagi menjadi dua yaitu pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok berupa denda dan pidana tambahan berupa tindakan sesuai rumusan Pasal 132 RKUHP. Namun dalam Pasal 135 RKUHP mengatur kembali mengenai tindakan-tindakan yang belum diatur dalam rumusan Pasal 132 RKUHP.

 

“Hal ini akan membingungkan aparat penegak hukum dalam menentukan dasar hukum dan pemidanaan berupa tindakan pada korporasi,” katanya.

Tags:

Berita Terkait