Catatan Minus Terhadap Perlindungan Pembela HAM
Utama

Catatan Minus Terhadap Perlindungan Pembela HAM

Sampai saat ini dinilai tidak ada penyelesaian yang adil dan memadai terhadap seluruh kasus penyerangan terhadap pembela HAM. Diharapkan ada sistem perlindungan pembela HAM yang dimuat dalam revisi UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 5 Menit

Catatan kebebasan berpendapat  

Selain itu, kebebasan hak berekspresi dan berpendapat menjadi catatan buruk bagi pemerintahan Jokowi-Ma’ruf dalam satu tahun terakhir. Merujuk catatan KontraS terdapat 157 kasus sepanjang satu tahun ini. Sejumlah aktivis ditangkap atas tuduhan melanggar UU No.19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). UU ITE kerap menjadi dasar penangkapan tanpa pemeriksaan secara seksama dan proporsional.

Direktur Eksekutif Elsam, Wahyu Wagiman, demontrasi berskala besar berhari-hari atas penolakan UU Cipta kerja menjadi akumulasi protes terhadap kegagalan negara menjalankan proses legislasi yang baik dan adil bagi masyarakat. Persetujuan DPR dan pemerintah terhadap RUU Cipta Kerja menjadi UU adalah titik kulminasinya, setelah sejumlah RUU lainnya disahkan terlebih dahulu, dengan menghiraukan aspirasi publik.

“Sayangnya, aksi-aksi penolakan berbagai kebijakan hukum tersebut tidak pro-HAM karena seringkali direspon dengan penggunaan kekuatan eksesif aparat keamanan,” ujarnya.

Ada sejumlah persoalan dan tantangan serius diidentifikasi dalam pemerintahan Jokowi-Ma’ruf. Mulai problem perlindungan kebebasan sipil; kemandegan penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu; involusi dalam penegakan HAM; hingga rentetan permasalahan HAM di Papua. Secara umum, kata Wahyu, tahun pertama periode kedua pemerintahan Jokowi dapat dikatakan sebagai tahun involusi HAM di Indonesia. “Mengapa kemunduran?”

Dia menilai indeks kebebasan sipil di Indonesia terus merosot. Setidaknya, posisi Indonesia tertinggal jauh dibandingkan negara-negara lain yang bahkan baru memperoleh kemerdekaannya pada kurun 50 tahun terakhir. Seperti Vanuatu, Tonga, dan Timor Leste. Merosotnya kebebasan sipil di Indonesia, dapat dilihat dari tingginya tekanan terhadap kebebasan berpendapat dan berekspresi.

Seperti, praktik intimidasi terhadap pendapat berbeda kerap terjadi. Selain itu, intruksi ke dalam ruang privat melalui instrumen serangan digital, peretasan, hingga doxing dengan tujuan intimidasi dan ancaman ketakutan. Represi dan intimidasi yang dilakukan oleh aparat keamanan semakin kasat mata sepanjang berlangsungnya protes damai menentang pengesahan UU Cipta Kerja beberapa waktu lalu.

Selain itu, penanganan permasalahan HAM di Papua menjadi tantangan besar Pemerintahan Jokowi justru menunjukan kegagalan. Penolakan Kejaksaan Agung untuk menindaklanjuti hasil penyelidikan Komnas HAM terhadap kasus Paniai 2014 misalnya, menjadi salah satu noda pemerintahan Jokowi yang pertama, yang mengukuhkan kesan tidak adanya komitmen pemerintah dalam menyelesaikan problem HAM di Papua.

Involusi pun nampak pada komitmen penegakan HAM secara umum, khususnya dalam pembentukan kebijakan yang memperkuat penghormatan, pemenuhan, dan perlindungan HAM. Sayangnya, Presiden tak kunjung mengesahkan Rencana Aksi Nasional HAM (Ranham) periode 2020-2024. Padahal Ranham, kata Wahyu, menjadi instrumen kunci memastikan pelaksanaan kewajiban negara terhadap penegakan HAM. Ranham pun menjadi alat ukur dalam menilai maju mundurnya penegakan HAM di Indonesia.

“Alih-alih memperkuat kebijakan perlindungan HAM, pemerintah justru mengakselerasi pembahasan dan pengesahan sejumlah legislasi kontroversial yang berpotensi menggerus jaminan perlindungan HAM.”

Tags:

Berita Terkait