Catatan Negatif untuk Kinerja DPR Sepanjang 2021
Kaleidoskop 2021

Catatan Negatif untuk Kinerja DPR Sepanjang 2021

Mulai di bidang legislasi, pengawasan dan anggaran. DPR terus berupaya memaksimalkan tugas dan fungsinya sesuai kewenangan konstitusionalnya.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

Sementara dari aspek fungsi anggaran, tak jauh berbeda dengan legislasi. Lucius menilai proses pembahasan anggaran tak pernah terlihat menjadi isu penting bagi DPR. Memang secara prosedural terdapat pembahasan anggaran antara alat kelengkapan dewan (AKD) dengan mitra kerja masing-masing kementerian/lembaga. Namun pembahasan tersebut tak memunculkan diskusi serius antara anggota AKD dan fraksi dalam memastikan kebutuhan anggaran bagi warga di tengah pandemi.

Lucius tak memungkiri sepinya diskusi proses anggaran dipicu tertutupnya pembahasan antara DPR dan pemerintah, sehingga pembahasan badan anggaran (Banggar) tak terdengar. Padahal semestinya dengan meniru Badan Legislasi (Baleg), Banggar menjadi nahkoda di parlemen dalam memastikan keberpihakan anggaran bagi rakyat. “Semuanya terlihat sudah disiapkan secara matang oleh pemerintah dan DPR tinggal memberikan persetujuan saja,” imbuhnya.

Sedangkan fungsi pengawasan yang menjadi instrumen penting DPR untuk menunjukan kekuasaannya tak pernah dimunculkan sebagai ancaman serius bagi pemerintah. Seperti diekspresikan melalui penggunaan hak istimewa. Seperti interpelasi, angket, dan hak menyatakan pendapat. Sayangnya, kata Lucis, kritikan anggota dewan lebih disuarakan melalui media sosial dan media massa ketimbang di ruang rapat. “Sehingga tak mampu memberikan pengaruh dalam perubahan kebijakan pemerintah,” kritiknya.

Menurutnya, pengawasan pelaksanaan APBN menjadi paling krusial. Semestinya, DPR menjadikan pengawasan terhadap APBN sebagai andalan memastikan efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran oleh pemerintah agar penyalahgunaan anggaran atau korupsi dapat dicegah. Kata lain, pengawasan DPR terhadap penggunaan APBN semestinya menjadi kunci yang dapat mencegah terjadinya korupsi yang dilakukan oknum anggota dewan maupun eksekutif.

Padahal, setiap tahun hasil audit BPK di dalamnya tertulis berbagai dugaan penyimpangan yang terjadi di kementerian/lembaga. Nah temuan BPK atas adanya dugaan penyimpangan semestinya mengganggu DPR ketika berhadapan dengan mitra kerja yang diduga melakukan penyimpangan anggaran tersebut. Ironisnya, laporan BPK hanya menjadi tumpukan dokumen karena DPR seolah tak menganggap penting kerja audit BPK. “Sekaligus tak menganggap penting praktik bernegara yang bersih dari korupsi,” katanya.

Terpisah, Ketua DPR Puan Maharani mengatakan dalam menyelenggarakan mekanisme pembentukan UU, DPR dan pemerintah terus dituntut untuk memenuhi landasan dan tata kelola pembentukan peraturan perundangan yang selaras dengan Konstitusi dan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, menjaga kepentingan nasional dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, serta mendengarkan aspirasi dari rakyat.

“DPR dalam upaya menyempurnakan pelaksanaan fungsi legislasi, akan memperkuat tata kelola pembentukan UU,” ujarnya dalam pidato penutupan masa sidang II Tahun 2021-2022.

Tags:

Berita Terkait