Catatan Ormas Keagamaan atas RUU Larangan Minuman Beralkohol
Berita

Catatan Ormas Keagamaan atas RUU Larangan Minuman Beralkohol

Berharap usulan RUU Larangan Minuman Beralkohol dapat segera dipercepat pembahasannya seraya mengingatkan bahwa RUU ini bukan semata-mata menguntungkan agama tertentu.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES

Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (Sekum PP) Muhammadiyah, Abdul Mu’ti menilai keberadaan aturan khusus larangan minuman beralkohol sangat penting diwujudkan dalam bentuk UU. Menurutnya, dalam aturan khusus larangan minuman beralkohol (minol) setidaknya mengatur empat hal. Pertama, mengatur ketentuan kadar alkohol maksimal dalam minuman yang diperbolehkan.

Kedua, kriteria batas usia minimal yang diperbolehkan mengkonsumsi minuman beralkohol. Sebab, praktiknya tidak ada aturan khusus tersebut membuat peminum minuman beralkohol tak sedikit masih anak-anak usia sekolah. Ketiga, tempat konsumsi yang legal. Keempat, tata niaga atau perdagangan atau distribusi yang terbatas.

Mu’ti melihat RUU Larangan Minuman Beralkohol bukanlan aturan yang hendak mengislamisasi sebuah negara. Dia mencontohkan banyak negara barat ketat dalam mengatur peredaran minuman beralkohol. “Aturan khusus tentang larangan minuman beralkohol menjadi amat penting.  Sebab, akibat mengkonsumsi minol menjadi salah satu penyebab dampak buruk terhadap kesehatan, kejahatan, moralitas dan keamanan.

Sementara Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Hukum dan Perundang-Undangan, Rofiq Umam Ahmad mengatakan RUU Larangan Minuman Beralkohol telah masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas 2020 dengan nomor urut 22. Dia berharap usulan RUU Larangan Minol dapat segera dipercepat pembahasannya seraya mengingatkan bahwa RUU ini bukan semata-mata menguntungkan agama tertentu.

Dia mengingatkan dalam draf RUU Larangan Minuman Beralkohol terdapat pengecualian. Artinya, konsumsi minuman beralkohol untuk kepentingan terbatas. Misalnya, seperti konsumsi minuman beralkohol untuk kepentingan adat, ritual keagamaan, wisatawan, maupun kebutuhan farmasi. Intinya, RUU tersebut agar peredaran minuman beralkohol bisa lebih terawasi dan dikendalikan.

Menurutnya, sejak 2017, MUI telah membahas persoalan RUU tersebut dan merancang materi muatan secara mendalam. “Itu sebabnya MUI siap memberi masukan dalam menyempurnakan materi muatan RUU tersebut sepanjang diperlukan DPR,” kata Rofiq Umam.

Bisa segera dibahas

Anggota Badan Legislasi DPR Amin AK mengatakan pembahasan RUU Larangan Minuman Beralkohol seharusnya perlu dipercepat sebagai upaya melindungi masyarakat dari dampak buruk mengkonsumsi minuman beralkohol selain karena Indonesia berpenduduk muslim terbesar yang mengharamkan minuman beralkohol. Namun Amin mengakui terdapat beberapa daerah yang melegalkan minuman beralkohol sebagai bagian dari tradisi.

Tags:

Berita Terkait