Catatan Problematika Perizinan dan Investasi di Tahun 2018
Lipsus Akhir Tahun 2018:

Catatan Problematika Perizinan dan Investasi di Tahun 2018

Pungli menjadi masalah utama dalam perizinan dan investasi. Masalah kerap terulang tiap tahun.

Oleh:
Fitri N Heriani
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi Presiden membuat kebijakan untuk mempermudah iklim berusaha di Indonesia. Ilustrator: BAS
Ilustrasi Presiden membuat kebijakan untuk mempermudah iklim berusaha di Indonesia. Ilustrator: BAS

Investasi merupakan salah satu elemen penting dalam pertumbuhan ekonomi. Banyak negara yang kemudian memberikan kemudahan berinvestasi guna menyokong pembangunan. Berbagai macam insentif pun ditawarkan. Namun satu hal utama yang paling menarik investasi masuk adalah kemudahan berusaha dan sektor perizinan yang tidak berbelit-belit.

 

Di Indonesia, perizinan justru menjadi penghambat utama masuknya investasi. Birokrasi yang terlalu panjang, waktu yang tidak sedikit, biaya dan ditambah banyaknya pungutan tak resmi, membuat investor pikir-pikir untuk menanamkan modal di Indonesia. Masalah-masalah ini membuat iklim investasi menjadi tidak sehat dan terus berulang dari tahun ke tahun.

 

Pemerintah menyadari akan hal itu. Apalagi pemerintahan era Presiden Joko Widodo yang fokus terhadap infrastruktur, jelas membutuhkan banyak investasi masuk ke dalam negeri. perbaikan demi perbaikan perizinan pun dilakukan. Misalnya saja pelayanan perizinan tiga jam yang pernah dilakukan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) beberapa tahun lalu.

 

Upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah mengeluarkan rangkaian paket kebijakan ekonomi yang bertujuan untuk menarik investasi dan mempermudah perizinan di Indonesia. Hingga tahun 2018, pemerintah tercatat sudah mengeluarkan 16 paket kebijakan. Disertai dengan deregulasi-deregulasi peraturan yang dianggap menjadi “biang kerok” rumitnya pengurusan perizinan.

 

Di awal tahun 2018, BKPM mencatat ada lima keluhan investor soal hambatan investasi. Direktur Fasilitas Promosi Daerah Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Husen Maulana pernah menyampaikan bahwa dua persoalan pertama yang menjadi keluhan investor adalah inkonsistensi peraturan dan pajak. Sementara tiga persoalan lainnya adalah kualitas tenaga kerja, ketersediaan lahan dan hambatan izin pembangunan, serta kualitas infastruktur.

 

Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani. Hariyadi menilai tingginya PPh Badan menjadi penghambat daya siang Indonesia. Ia meminta pemerintah untuk menurunkan PPh Badan menjadi 17 persen. Jika merujuk kepada UU No. 36 Tahun 2008 mengenai PPh, tariff pajak yang dikenakan terhadap perusahaan adalah sebesar 25 persen.

 

Angka tersebut, lanjut Hariyadi, cukup tinggi. Penurunan tariff PPh ini, lanjutnya, berkaitan dengan saing ekonomi di Indonesia. “Dengan pajak yang lebih rendah, kami harapkan dana ini dapat diputar bagi perusahaan karena pajak merupakan redistribusi pendapatan,” katanya.

Tags:

Berita Terkait