Cerita Esti dan Potret Bantuan Hukum di Tapal Batas Negara
Kongres AAI XVIII

Cerita Esti dan Potret Bantuan Hukum di Tapal Batas Negara

Kisah Esti Suhesti yang menceritakan pengalamannya selama melakukan pendampingan hukum terhadap korban perdagangan manusia, serta TKI/TKW yang menjadi korban kekerasan dan diselundupkan secara ilegal ke Malaysia.

Oleh:
CR-20
Bacaan 2 Menit
Ketua AAI Muhammad Ismak saat memberikan sambutan dalam Rakernas. Foto: HAG
Ketua AAI Muhammad Ismak saat memberikan sambutan dalam Rakernas. Foto: HAG

Dari Rapat Kerja Nasional Asosiasi Advokat Indonesia XVIII yang digelar di Palembang pada 7-9 Oktober lalu, satu rekomendasi yang dihasilkan adalah memberikan bantuan pendanaan untuk menghidupkan kembali lembaga bantuan hukum AAI yang dibutuhkan oleh masyarakat, khususnya pembentukan lembaga bantuan hukum di daerah perbatasan. 
Usulan ini bermula dari kisah Esti Suhesti, yang menceritakan pengalamannya selama melakukan pendampingan hukum terhadap korban  perdagangan manusia, serta TKI/TKW yang menjadi korban kekerasan dan diselundupkan secara ilegal ke Malaysia. 
Esti Suhesti merupakan Sekretaris DPC AAI Pontianak, sehari-hari ia bekerja sebagai pendamping hukum di Pusat Bantuan Hukum (Pusbakum) DPD PERADI Pontianak yang berkantor di Pengadilan Negeri Pontianak. Ia menuturkan, penanganan kasus-kasus di daerah perbatasan selama ini sangat miris karena sedikitnya jumlah advokat yang bersedia memberikan bantuan hukum. 
Padahal menurutnya, kasus-kasus di daerah perbatasan sangat khas dan penangannya rumit karena melibatkan yurisdiksi hukum dua Negara. 
Esti menuturkan kasus-kasus hukum di daerah perbatasan berangkat dari fakta lapangan bahwa banyak kepentingan yang bermain. “Kami berangkat dari fakta lapangan, ketika mendapatkan klien, kami menemui banyak kesulitan karena keterbatasan bantuan hukum. Di satu sisi, daerah perbatasan sarat dengan kepentingan-kepentingan. Baik kepentingan dari Negara tetangga, pun dari pihak Indonesia,” ujarnya. (Baca juga: Ini 15 Rekomendasi Hasil Rakernas AAI ke XVIII)
Esti menjelaskan bahwa shelter bantuan hukum sangat dibutuhkan di daerah perbatasan, tetapi yang terjadi selama ini justru banyak pihak yang memainkan kepentingannya sendiri untuk mendapatkan pendanaan. “Banyak yang memanfaatkan, baik dari masyarakat di daerah perbatasan itu sendiri, maupun lembaga-lembaga yang aji mumpung. Begitu ada perkara atau program pemerintah, barulah beramai-ramai orang membuat semacam shelter. Karena di daerah perbatasan, shelter bantuan hukum sangat dibutuhkan,” ujarnya.
Esti menceritakan kasus-kasus yang terjadi di daerah perbatasan sangat khas, yang paling mendominasi adalah kasus human trafficking yang melibatkan anak-anak di bawah umur. “Kasus yang banyak terjadi adalah kasus trafficking atau perdagangan manusia, yang banyak melibatkan anak-anak di bawah umur. Anak-anak ini masih bau kencur katakanlah begitu, banyak juga didatangkan dari luar Kalimantan. Alibinya mereka mau dipekerjakan, sesampainya disana nyatanya mereka diperdagangkan,” ujar Esti.
Tags: