Cerita Strategi ’Makelar Mobil’ Memergoki Hakim Nakal
LIPUTAN KHUSUS

Cerita Strategi ’Makelar Mobil’ Memergoki Hakim Nakal

Beragam strategi dilakoni guna memenuhi tugas pengawasan. Mulai dari menyamar hingga ngemper di teras rumah pelapor.

Oleh:
Tim Hukumonline
Bacaan 2 Menit
Sialnya, kabar soal kasus hakim tersebut sudah tersebar di masyarakat. Hatta menduga ada media yang memberitakan. Selaku pejabat MA yang mengurusi bidang pengawasan, ia merespon serius. “Jika tidak direspon cepat, semakin lama waktu diulur nanti barang bukti susah dicari. Makanya saat itu kami berkejaran dengan waktu,” katanya mengisahkan kembali pengalamannya itu kepada hukumonline di Jakarta, awal Agustus lalu.Seperti biasanya, Hatta rutin membaca berita di media, termasuk surat kabar. Setelah membaca berita dan pada hari yang sama menerima laporan tersebut, bergegas dia langsung menghubungi Ketua Badan Pengawasan (Bawas) MA periode 2008-2013, H.M Syarifuddin. (Baca juga: Mandi Keringat di Badan Segala Urusan)Ketika itu Syarifuddin menjalankan tugas di Makassar, Sulawesi Selatan, tapi Hatta tetap memintanya kembali ke Jakarta. Menurut Hatta kasus itu perlu respon cepat, harus diatur siasat yang tepat. Malam itu juga, Syarifuddin berangkat ke Jakarta, ketika sampai dia langsung menggelar rapat dengan Hatta untuk mengatur strategi investigasi.Syarifuddin membenarkan cerita itu. Saat ditelpon Hatta, dia baru saja tiba di Makassar untuk melakukan sosialisasi. Untungnya, malam itu dia bisa dapat tiket pesawat menuju Jakarta. “Sesampainya di Jakarta, malam hari itu juga saya langsung ke kantor untuk rapat, mengatur siasat dan strategi,” ujarnya.Menindaklanjuti informasi itu, Syarifuddin, langsung mengecek posisi 13 tim Bawas. Untungnya, ada satu tim yang bertugas di Yogyakarta, kebetulan tim berasal dari peradilan agama.Hakim Jangan ‘Masuk Angin’Menugaskan petugas pemeriksa yang berasal dari lingkungan kerja yang berbeda dengan terlapor cukup penting dalam melakukan investigasi. Hal itu meminimalisir petugas Bawas dikenali oleh terlapor. Selain itu dibutuhkan gerak cepat. Hatta mengingatkan agar pengawas tidak boleh kalah cepat dari terlapor. Tentu saja agar bisa mengejar barang bukti.“Paling penting dalam pembuktian itu kecepatan dan jangan sampai ‘masuk angin.’ Laporan dari pelapor harus cepat ditangani, telat sedikit bisa ketahuan terlapor nanti pelapor malah dibujuk, ketika kami datang nanti isinya penyangkalan semua,” begitu alasan Hatta meminta tim bergerak cepat.Saat itu, Hatta dan Syarifuddin memikirkan bagaimana cara yang bisa digunakan petugas untuk mendapatkan bukti. Mengingat kasus ini sudah ramai dibincangkan publik, Hatta khawatir barang bukti yang disasar susah dicari. Dia yakin terlapor tidak akan membawa mobil itu keluar karena takut ketahuan.Terbesit ide di benak Hatta agar tim bisa mudah menelusuri barang bukti yang disasar berupa mobil sedan bekas itu. Usulnya, tim menyamar sebagai makelar mobil yang berpura-pura akan membeli mobil. Ide Hatta diterima dan tim melaksanakan. (Baca juga: Yang Terlahir dari Nafas Reformasi di Tengah Kemelut Mahkamah)Sesampainya di rumah terlapor, tim melihat satu unit mobil yang dimaksud terparkir di garasi. Di lokasi itu tim bertemu dengan anak terlapor. Seolah makelar mobil, tim menanyakan apakah mobil itu akan dijual. Jika iya, tim berniat untuk membelinya.Anak terlapor tidak mengetahui apakah ayahnya mau menjual mobil itu atau tidak, tapi ujungnya tim dibolehkan masuk untuk melihat. Saat di garasi tim langsung memotret mobil tersebut. “Yang penting buat saya, tim sudah mendapat fotonya,” kata Hatta.Setelah berhasil mengantongi bukti berupa foto, tim langsung ke Jakarta melaporkan temuannya. Terlapor tidak bisa mengelak ketika disuguhi foto-foto itu. Perkara itu kemudian berlanjut ke Majelis Kehormatan Hakim (MKH) yang anggotanya terdiri dari 3 hakim agung MA dan 3 komisioner Komisi Yudisial (KY).Hatta menilai perkara itu sangat strategis dan bisa memberi efek jera terhadap hakim-hakim nakal. Oleh karenanya Hatta sendiri yang memimpin sidang MKH untuk menentukan nasib Ketua Pengadilan itu.Selama proses di MKH, Ketua Pengadilan itu selalu absen. Menurut Hatta, orang itu kemungkinan mengetahui kesalahan yang dilakukannya berat dan tidak bisa menyangkal lagi karena bukti yang ada sangat kuat. “Dia tidak pernah hadir dalam proses MKH dengan alasan sakit,” kata Hatta.Setelah dipanggil beberapa kali yang bersangkutan tak kunjung hadir, MKH memutus Ketua Pengadilan itu dipecat. Hatta mencatat itu sebagai putusan MKH pertama yang memecat hakim. (Ikuti ISU HANGAT: Menapaki Sunyinya Jalan Hakim Pengawasan)Pemeriksaan di Teras RumahKepala Bawas MA saat ini Nugroho Setiadji, juga punya kisah menarik seputar pengawasan. Sekamir tahun 2012, ketika itu Nugroho sebagai anggota tim yang diketuai mantan Kepala Bawas, Sunarto. Saat itu Sunarto menjabat sebagai Inspektur Wilayah. Kasus yang ditelusuri itu berasal dari sebuah laporan yang menyebut ada pihak berperkara di pengadilan yang mengalami masalah terkait uang.Uniknya, laporan itu tidak dibuat oleh pihak yang terkena masalah langsung, tapi ada petugas pengadilan yang bersangkutan melaporkan kepada Bawas. Pelapor tidak mencantumkan nama asli dalam laporan yang diadukannya, tapi nama samaran. Menindaklanjuti laporan itu Nugroho dan rekan-rekannya satu tim menyambangi pelapor untuk meminta keterangan lebih lanjut.Sampai di rumah pelapor, tim dipersilakan masuk. Proses pemeriksaan terhadap pelapor pun dilakukan, tapi kegiatan itu tidak dilakukan dengan fasilitas seperti meja dan bangku. Tim menulis laporan dengan cara lesehan di teras rumah. “Kami melakukan pemeriksaan dengan cara lesehan di teras rumah,” kata Nugroho.Merasa mendapat keterangan yang cukup, tim menelusuri perkara yang dimaksud ke pengadilan. Ada satu berkas perkara yang disasar tim. Agar tidak diketahui pihak pengadilan, tim meminta 10 berkas perkara, padahal dari puluhan berkas itu hanya 1 yang dicari. Cara itu menurut Nugroho digunakan untuk menghindari kecurigaan. Apalagi targetnya hakim yang menjabat sebagai pimpinan di pengadilan tersebut.Dari berkas perkara itu tim menemukan kesesuaian antara laporan yang disampaikan dengan perkara yang dimaksud. Yakin sudah mengantongi bukti yang cukup, tim menyambangi hakim itu untuk klarifikasi.Nugroho menjelaskan tidak semua laporan yang diterima Bawas ditindaklanjuti karena ada juga laporan yang asal-asalan. Sebelum melakukan investigasi, hakim pengawas memeriksa laporan yang masuk. Setelah beres, tim investigasi diberi waktu 5 hari untuk bekerja.Bagi Nugroho, petugas pengawas tidak boleh kaku dalam menjalankan tugas. Harus punya strategi untuk mendapat bukti-bukti yang dibutuhkan guna memperkuat laporan. “Kalau dalam bertugas kami maunya dianggap sebagai pejabat ya tidak bisa. Kami harus menyamar dan rendah hati sehingga lebih leluasa,” ujarnya.
Tags:

Berita Terkait