Cermati Konsep Dasar Perjanjian Pemborongan Pekerjaan dan Penyedia Jasa Pekerja
Outsourcing Berkeadilan

Cermati Konsep Dasar Perjanjian Pemborongan Pekerjaan dan Penyedia Jasa Pekerja

Selain perjanjian pemborongan pekerjaan, outsourcing juga dapat dilakukan melalui peyerahan sebagian pekerjaan kepada Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja

Oleh:
M. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

 

Syarat-Syarat Perjanjian Penyedia Jasa Pekerja

  • Dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis
  • Jenis pekerjaan yang akan dilakukan oleh pekerja dari PPJP
  • Penegasan bahwa PPJP bersedia menerima pekerja dari PPJP sebelumnya untuk jenis pekerjaan yang terus menerus ada di perusahaan pemberi pekerjaan dalam hal terjadi pergantian PPJP
  • Hubungan kerja antara PPJP dengan pekerja yang dipekerjakannya harus berdasar PKWT atau PKWTT.

Selain itu, penting diingat dalam pembuatan perjanjian tersebut:

  • Harus didaftarkan kepada Disnaker kab/kota tempat pekerjaan dilaksanakan paling lambat 30 hari kerja sejak ditandatangani
  • Izin operasional PPJP yang masih berlaku
  • Draft perjanjian kerja antara PPJP dengan pekerja yang dipekerjakan.

 

Pekerja outsourcing dari PPJP tidak boleh ditempatkan oleh pemberi kerja untuk melaksankan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi. Kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi adalah kegiatan yang berhubungan di luar pekerja utama (core business) suatu perusahaan.

 

Batasan Pekerjaan Pendukung

UU Ketenagakerjaan tidak secara tegas mengatur perihal kriteria dan batasan pekerja pendukung dalam pemborongan pekerjaan. Pasal 65 ayat (2) mengatur bahwa sifat pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan pemborongan pekerjaan adalah: a) Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama; b) Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan; c) Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan d) Tidak menghambat proses produksi secara langsung.

 

Praktiknya, masih ada keleluasaan bagi pemberi kerja (user) dalam menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaannya kepada perusahaan penerima pemborongan pekerjaan dikarenakan pemberi pekerjaan telah menentukan pekerjaan pendukung yang dimaksud.

 

Demikian halnya juga dengan batasan pekerjaan yang dapat diserahkan pada PPJP. Menurut Ike Farida dalam bukunya “Hukum Kerja Outsourcing di Indonesia”, tidak ada  ketentuan lain dalam UU Ketenagakerjaan yang mengatur secara tegas mengenai batasan jenis pekerjaan yang dapat diserahkan pada perusahan PJPJ. Karena itu, sulit untuk menentukan jenis pekerjaan yang merupakan kegiatan di luar usaha suatu perusahaan. Ketiadaan batas jenis pekerjaan utama atau inti membawa konsekuensi jenis pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan PPJP  tidak dibatasi.

 

Untuk menentukan suatu kegiatan termasuk kegiatan pokok atau kegiatan penunjang, dapat dilakukan dengan melihat akibat dari kegiatan tersebut. Apabila tanpa kegiatan tersebut proses produksi perusahaan tetap berjalan dengan baik, maka kegiatan tersebut adalah kegiatan penunjang (non-core). Akan tetapi, apabila tanpa kegiatan tersebut proses produksi perusahaan menjadi terganggu atau tidak berjalan dengan baik maka kegiatan tersebut adalah kegiatan pokok (core).Penentuan atau batasan-batasan pekerjaan yang akan di-outsource, sangat terkait dengan visi dan misi perusahaan.

 

Keleluasaan menetapkan jenis pekerjaan kadang menimbulkan perselisihan antara pekerja dengan pengusaha. Ada perbedaan persepsi antara serikat pekerja dengan pengusaha perihal pekerjaan apa yang bersifat pendukung dan pekerjaan apa yang bersifat utama. Misalnya, serikat pekerja terkadang menganggap bahwa pekerjaan yang dialihdayakan  bukan pekerjan pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) UU Ketenagakerjaan.

Tags:

Berita Terkait