Charles Simabura, Kritikus dari Andalas tentang Keliaran Kuasa Menteri Jokowi
Terbaru

Charles Simabura, Kritikus dari Andalas tentang Keliaran Kuasa Menteri Jokowi

Atribusi kewenangan Menteri membentuk Peraturan Menteri oleh UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menjadi celah. Cara kerja Menteri-Menteri kabinet Jokowi menambah parah masalah dalam persoalan over regulasi di Indonesia.

Oleh:
Normand Edwin Elnizar
Bacaan 5 Menit

Ia memulai dari teori C.F.Strong bahwa salah satu kekuasaan Presiden dalam sistem Presidensial adalah kekuasaan dalam bidang legislatif berkaitan dengan penyusunan Rancangan Undang-Undang dan pengaturan lebih lanjut dalam bidang hukum. Selanjutnya, Charles mengajukan pertanyaan kritis soal Peraturan Menteri: sejauh mana diperlukan untuk pelaksanaan peraturan perundang-undangan di atasnya terutama kekuasaan legislasi Presiden?

Sejauh mana Peraturan Menteri yang bersifat sektoral tidak berbenturan/bertentangan dengan Peraturan Menteri dari sektor lain? Sejauh mana sebenarnya kementerian sebagai lembaga pembantu kekuasaan Presiden berwenang membentuk Peraturan Menteri?

Berikut ini wawancara khusus dengan Charles. Ia mengaku mendapat inspirasi ide risetnya dari liarnya Menteri-Menteri era Jokowi membuat Peraturan Menteri.

Dari mana Anda mendapat ide riset terhadap Wewenang Menteri Membentuk Peraturan Menteri?

Proposal awal riset doktor saya waktu daftar kuliah di UI bukan soal itu. Setelah menjalani studi kira-kira setahun, saya terdorong oleh isu over-regulasi yang menjadi narasi Jokowi di bidang hukum. Pemerintah selalu menyalahkan undang-undang, padahal regulasi paling banyak adalah Peraturan Menteri. Produktivitas DPR menghasilkan undang-undang itu justru minim.

Belakangan muncul banyak masalah Peraturan Menteri yang saling bentrok, diuji oleh publik ke Mahkamah Agung, bahkan ada yang diperintahkan Presiden sendiri untuk dicabut. Saya lihat Peraturan Menteri jadi sangat dominan di era Jokowi. Saya cari sampel-sampel awal, ketemu sejumlah masalah.

Saya periksa berbagai undang-undang apa saja yang memberi kewenangan delegasi pengaturan lebih lanjut langsung kepada Peraturan Menteri. Setelah menghimpun datanya dalam grafik, ternyata tahun 2015 sampai 2019 terjadi peningkatan Peraturan Menteri. Terlihat di masa Pemerintahan Jokowi ada kekuasaan yang lebih kuat di tangan menteri-menteri dalam pengaturan lebih lanjut bidang hukum.

Berdasarkan data Kementerian Hukum dan HAM yang dirujuk Charles, ada 4.551 Peraturan Pemerintah, 2.005 Peraturan Presiden, dan 14.452 Peraturan Menteri yang diterbitkan pada tahun 2004-2019. Charles menyingkap masalah bahwa dari belasan ribu Peraturan Menteri itu ternyata telah melemahkan kuasa legislasi Presiden dalam sistem Presidensial.

Tags:

Berita Terkait