Charles Simabura, Kritikus dari Andalas tentang Keliaran Kuasa Menteri Jokowi
Terbaru

Charles Simabura, Kritikus dari Andalas tentang Keliaran Kuasa Menteri Jokowi

Atribusi kewenangan Menteri membentuk Peraturan Menteri oleh UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menjadi celah. Cara kerja Menteri-Menteri kabinet Jokowi menambah parah masalah dalam persoalan over regulasi di Indonesia.

Oleh:
Normand Edwin Elnizar
Bacaan 5 Menit

Apa sumber masalahnya menurut temuan Anda?

Saya singgung sekilas dalam riset bahwa koalisi besar di kabinet Jokowi membuat perilaku menteri-menteri yang mewakili partai politik merasa kementerian sebagai kavling kekuasaannya. Menteri merasa bebas membuat Peraturan Menteri apalagi didukung kewenangan delegasi langsung dari undang-undang.

Jokowi terlihat melepas begitu saja para Menteri membuat peraturan mandiri. Begitu ada keributan atau protes di masyarakat baru dia muncul. Apakah itu memerintahkan revisi atau mencabut. Saya ingat betul misalnya di masa awal pandemi Covid-19, Luhut membuat peraturan menteri yang membolehkan boncengan motor, sedangkan Menteri Kesehatan buat peraturan yang melarang.

Lalu, ada keributan lain soal libur pelajar sekolah yang diatur Menteri Pendidikan diprotes masyarakat. Jokowi kemudian meralatnya. Harusnys sejak awal dia kendalikan hal itu.

Masalahnya, Pasal 8 ayat (2) UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menambahkan klausula Peraturan Menteri bisa dibentuk berdasarkan kewenangan secara atribusi. Norma itu menambah masif Peraturan Menteri.

Bandingkan dengan undang-undang sebelumnya di Pasal 7 ayat (4) UU No.10 Tahun 2004, lebih tertib mengatur soal hirarki. Peraturan Menteri hanya bisa dibentuk jika diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi (PP atau UU, red).

Apa yang terbukti dalam temuan riset Anda?

Ada data sebanyak 65% Peraturan Menteri dibentuk berdasarkan kewenangan secara atribusi, bukan karena ada perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Apa saja urusan yang dianggap sebagai bagian kewenangan kementeriannya, mereka buat Peraturan Menteri meski tidak ada dasar peraturan perundang-undangan yang lebih tingginya.

Apa Menteri tidak harus dapat persetujuan dengan berkonsultasi dengan Presiden?

Faktanya menunjukkan tidak sama sekali, apalagi sampai koordinasi lintas kementerian jika berkaitan dengan kementerian lain. Menteri-menteri saling menghindari rapat berkoordinasi soal Peraturan Menteri yang akan dibuat. Mereka tidak peduli kaitan urusan kementerian lain, dihantam saja.

Tags:

Berita Terkait