Covid-19 Bikin Webinar Menjamur, Simak 4 Tips Aman dari Sengketa Hak Cipta
Utama

Covid-19 Bikin Webinar Menjamur, Simak 4 Tips Aman dari Sengketa Hak Cipta

Biaya perlindungan hukum atas hak cipta tidak sampai 1 juta rupiah. Diproses dalam satu hari kerja dan aman untuk jangka panjang.

Oleh:
Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

UU Hak Cipta mengatur bahwa hak cipta dalam bentuk hak moral melekat secara abadi pada diri pencipta. Karyanya harus selalu diakui sebagai ciptaannya kapan saja dan di mana saja. Sedangkan hak cipta dalam bentuk hak ekonomi berkaitan manfaat komersial dari ciptaan. Hak ekonomi ini bisa dialihkan dan bisa menjadi objek jaminan fidusia.

Penelusuran hukumonline menunjukkan masa berlaku hak ekonomi ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan sejenis lainnya cukup panjang. Disebutkan Pasal 58 ayat (1) UU Hak Cipta berlaku selama hidup pencipta ditambah selama 70 tahun setelah ia meninggal dunia. “Selain ada hak cipta dari isi dari karya rekaman, ada juga hak terkait atas rekaman itu sebagai kebendaan. Dengan catatan penyelenggara rekaman sudah mendapat izin dari penciptanya,” Agus menjelaskan.

Hak terkait dari suatu rekaman salah satunya dimiliki penyelenggara rekaman. UU Hak Cipta menyebutnya dengan istilah produser fonogram. Mereka adalah orang atau badan hukum yang pertama kali merekam dan memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan perekaman.

Berkaitan dengan webinar, para penyelenggara webinar yang merekam harus mendapat izin penceramah agar diakui sebagai produser fonogram. Pemanfaatan rekaman secara komersial harus memberikan royalti kepada pencipta sebagai pemilik hak cipta. “Hak terkait atas rekaman itu diperoleh karena ada lisensi dari pemilik hak cipta,” ujar Agus.

(Baca juga: Dari Barang KW Hingga Siapa Pencipta dan Pemegang Hak Cipta).

Perkara izin ini bisa tertulis atau lisan. Hanya saja ada dampaknya sebagai alat pembuktian. Terutama jika harus berurusan dengan pihak ketiga. Riyo Hanggoro Prasetyo, mengatakan pentingnya ada kesepakatan tertulis penceramah webinar dengan penyelenggara webinar. Apalagi untuk webinar yang menarik bayaran dari peserta.

“Perekaman webinar ini dalam UU Hak Cipta masuk dalam kategori fiksasi. Sebaiknya ada perjanjian tertulis,” kata Riyo. Tujuannya untuk membuktikan adanya kesepakatan dengan penceramah yang menjadi pemilik hak cipta. Sejak awal juga perlu dibicarakan soal hak cipta tersebut dan bagaimana penyelenggara webinar akan menggunakannya.

“Setidaknya ada jejak surat-menyurat korespondensi antara penyelenggara webinar dengan penceramah yang menunjukkan pemberian izin,” ujar Riyo. Cara itu menunjukkan iktikad baik.

Tags:

Berita Terkait