Curhat Istri Terpidana Mati: Semoga Eksekusi Ini Terakhir di Indonesia
Utama

Curhat Istri Terpidana Mati: Semoga Eksekusi Ini Terakhir di Indonesia

“Tuhan saja maha pemaaf. Mengapa pemerintah merasa berhak mengambil nyawa suami saya?”

Oleh:
ANT/Mohamad Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS
Istri dari Michael Titus Igweh, Felecia, mengikhlaskan kepergian suaminya yang dieksekusi mati oleh pemerintah di Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, Jumat (29/7) dini hari. Michael Titus Igweh adalah salah satu dari empat terpidana mati yang dieksekusi bersama Freddy Budiman (WNI), Seck Osmani (Senegal), dan Humprey Eijeke (Nigeria).

"Saya ikhlas dan saya terima kematian suami saya. Ini mungkin sudah jalan saya," ujar Felecia di Rumah Duka Bandengan, Jakarta, Jumat (29/7).

Mengenakan pakaian serba hitam, Felicia tiba sekitar pukul 20.25 WIB di Rumah Duka Bandengan, Jakarta, Jumat malam. Sambil menutupi mukanya dengan syal, dia meluapkan kesedihan bersama beberapa anggota keluarga kandungnya dan pengacara Michael, Sitor Situmorang.

Felecia, yang adalah warga negara Indonesia, tidak sempat mendampingi suaminya di detik-detik terakhir ajal sebab ketika mendapat informasi tentang eksekusi sang suami, dirinya masih berada di Nigeria untuk beberapa urusan. (Baca Juga: Tragis, Sudah Dihukum Mati Ternyata Terbukti Tak Bersalah)

"Pada pukul 03.00 waktu Nigeria, saya ditelepon Kejaksaan Agung dan diundang untuk datang ke Nusakambangan. Pada hari itu juga saya berangkat dan tiba di Indonesia pada Kamis (28/7) malam sekitar jam 22.00 WIB. Setelah itu langsung berangkat ke Cilacap," kata dia.

Dalam perjalanan menuju Nusakambangan, Felecia masih merasa yakin bahwa suaminya akan selamat. Namun, sebelum sampai tujuan, sekitar pukul 01.00 WIB dia mendapat kabar bahwa suaminya sudah meninggal diterjang timah panas eksekutor.

Kenyataan tersebut membuat kesedihannya memuncak. Ibu tiga anak yang terakhir kali bertemu suaminya pada Maret 2016 itu, meluapkan kekecewaannya kepada pemerintah. "Tuhan saja maha pemaaf. Mengapa pemerintah merasa berhak mengambil nyawa suami saya?" tutur Felecia yang hampir selama sesi wawancara selalu berbicara tersekat menahan tangis.

Felecia berharap hukuman mati seperti yang diterima suaminya adalah yang terakhir kali dilakukan di Indonesia. "Jangan ada lagi eksekusi seperti ini di Indonesia. Rasanya begitu sakit," ujarnya.

Dia menyesalkan sikap pemerintah Indonesia yang tetap mengeksekusi Michael walau ada kejanggalan dalam proses hukum terpidana kasus narkotika tersebut. Keluarga, lanjut Felecia, merasa tercurangi karena penolakan PK kedua Michael oleh Mahkamah Agung dilakukan sebelum pihak keluarga dan pengacara menerima nomor registrasi PK. "Bahkan salinan penolakan dari MA belum kami terima," kata dia.

Adapun kabar penolakan PK tersebut dikabarkan langsung oleh Michael kepada istrinya pada Sabtu (23/7) dan meminta istrinya untuk siap terhadap segala kemungkinan.

Selain itu, suaminya sempat berpesan kepadanya agar tetap kuat menjalani hidup meski tanpa dirinya. "Dia meminta agar saya tetap kuat dan memberikan pendidikan kepada anak kami sampai universitas. Michael percaya anak-anak kami kelak tidak akan korupsi dan melakukan kejahatan," ujar dia.

Sitor Situmorang, pengacara Michael Titus Igweh, mengatakan kliennya mengalami stres sebelum hukuman mati dilakukan. Menurutnya, ketika itu kondisinya fisiknya baik, tetapi Michael mengalami stres. “Pandangannya sering kosong," ujar Sitor. Menurut dia, hal itu terjadi karena sampai akhir hayatnya Michael Titus merasa dirinya tidak bersalah atas kasus kepemilikan narkoba yang menjeratnya. (Baca Juga: Pengacara Terpidana Mati Berencana Gugat Kejaksaan Agung)

Kenyataan tersebut diperparah tidak adanya keluarga inti yang menemani Michael sebelum melaksanakan hukuman mati karena memang keluarga serta pengacara baru mengetahui warga Nigeria itu akan ditembak mati tiga hari sebelum eksekusi digelar.  Rencananya, jenazah Michael dibawa ke Nigeria hari Minggu (31/7) untuk dimakamkan.

Untuk diketahui, perjuangan terpidana mati Michael Titus kandas setelah dua kali permohonan Peninjauan Kembali ditolak oleh Mahkamah Agung hingga akhirnya dieksekusi di LP Nusakambangan.

Michael Titus dijerat hukuman mati terkait dengan kepemilikan heroin seberat 5,8 kilogram. Sebenarnya pada 2011, dirinya pernah mengajukan PK namun ditolak. Tidak putus asa, ia yang dipenjara di LP Nusakambangan kembali mengajukan PK pada Januari 2016 yang persidangannya digelar di PN Tangerang, Banten, namun kembali ditolak.

Alasan pengajuan PK kedua itu, terkait dengan vonis hukuman mati hanya berdasarkan keterangan dua saksi yang sudah meninggal, Marlena dan Izuchkwu Okolaja. Pihaknya juga mengklaim selama pemeriksaan saat ditangkap oleh kepolisian, mendapatkan intimidasi untuk mengakui kepemilikan barang haram itu.

Tags:

Berita Terkait