Dampak Negatif RUU Cipta Kerja di Mata Anggota Panja
Utama

Dampak Negatif RUU Cipta Kerja di Mata Anggota Panja

Dosen STH Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, menilai RUU Cipta Kerja bermasalah sejak awal. RUU Cipta ini merupakan jalan pintas memangkas hambatan dalam kemudahan berusaha, tapi pembahasannya tidak partisipatif.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Keempat, RUU Cipta Kerja menghapus instrumen pengawasan penting dalam lingkungan hidup yakni instrumen analisis dampak lingkungan (amdal). Padahal, instrumen ini fungsinya untuk memastikan kegiatan usaha yang berjalan agar tidak merusak lingkungan. Menurutnya, yang harus dibenahi proses birokrasi pembuatan amdal yang berbelit-belit dan lama, bukan malah menghapus amdal.

Selain itu, Benny mengkritik pengutamaan (prioritas) penjatuhan sanksi administratif dalam pelanggaran di sektor lingkungan hidup. “Ketentuan ini berpotensi membebaskan pihak yang melakukan pelanggaran di sektor lingkungan hidup dari sanksi pidana (penjara dan atau denda).

Kelima, RUU Cipta Kerja membuka pintu lebar masuknya produk impor. Benny yakin ketentuan ini potensi mengancam kehidupan petani, nelayan kecil, dan produsen lokal. Dari berbagai ketentuan yang diatur dalam RUU Cipta Kerja, Benny berkesimpulan beleid ini nantinya ditujukan untuk memberi kemudahan seluas-luasnya terhadap pemilik modal terutama asing untuk masuk ke Indonesia.

Dosen STH Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, menilai RUU Cipta Kerja bermasalah sejak awal. Meski RUU Cipta ini merupakan jalan pintas memangkas hambatan dalam kemudahan berusaha, tapi pembahasannya tidak partisipatif. “Jalan pintas yang diambil bukan memberdayakan pemerintah daerah, tapi malah menarik kewenangan pemerintah daerah ke pusat,” ujarnya.

Bivitri mengingatkan penarikan kekuasaan pemerintah daerah ke pusat ini meningkatkan potensi terjadinya penyalahgunaan. Dia yakin yang akan memegang kendali adalah orang yang berada di sekeliling Presiden. Hal ini akan menyuburkan praktik oligarki. “Kekuasaan tersentralisasi berpotensi memunculkan kelompok kepentingan di seputar pengambil keputusan. Ini memberi akses oligarki untuk menguasai,” katanya.

Tags:

Berita Terkait