Dampak Perceraian pada Perempuan dan Anak, Hakim Diharapkan Miliki Perspektif Gender
Terbaru

Dampak Perceraian pada Perempuan dan Anak, Hakim Diharapkan Miliki Perspektif Gender

Agar dapat memberikan putusan yang adil dan mempertimbangkan segala hak anak serta pihak yang bercerai.

Oleh:
Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit
Direktur Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda, dan Olahraga Kementerian PPN/Bappenas Woro Srihastuti Sulistyaningrum. Foto: FKF
Direktur Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda, dan Olahraga Kementerian PPN/Bappenas Woro Srihastuti Sulistyaningrum. Foto: FKF

Pasal 41 UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menggariskan akibat putusnya perkawinan karena perceraian adalah tetap bagi ibu atau bapak berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, dimana bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu. Pengadilan dapat melimpahkan kewajiban bagi bekas suami untuk memberi biaya penghidupan dan/atau menentukan kewajiban bagi bekas istri.

Namun, sebetulnya akibat dari perceraian berimplikasi pada berbagai aspek utamanya terhadap perempuan dan anak. “Kita harus mengetahui dulu risiko dan dampak perceraian pada perempuan dan anak,” ujar Direktur Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda, dan Olahraga Kementerian PPN/Bappenas Woro Srihastuti Sulistyaningrum dalam “Dialog Yudisial MA RI dan Federal Circuit and Family Court of Australia: Perlindungan Hak Perempuan dan Anak dalam Perkara Perceraian”, Rabu (27/7/2022) kemarin.

Isu yang pertama disoroti ialah kerentanan ekonomi keluarga, karena pendapatan keluarga biasanya berkurang pasca perceraian. Terlebih, jika pihak perempuan tidak bekerja. Hal ini tentu akan berimbas pada anak berpotensi tidak mendapatkan pemenuhan kebutuhan dasarnya. Terdapat juga isu risiko pengasuhan karena berpisahnya orang tua terjadi pola pengasuhan berbeda.

Baca Juga:

Risiko penelantaran, pengabaian, pengalihan pengasuhan kepada pihak lain terutama pihak keluarga dan kerabat dekat. Belum lagi dengan perceraian muncul risiko bagi anak kehilangan sosok role model sampai mempengaruhi pola berperilaku. Tak hanya itu, berimbas pada interaksi sosial, stigmatisasi bagi perempuan yang bercerai, lemahnya bonding dalam keluarga, pengaruh terhadap kesehatan jiwa dan penurunan kesehatan, serta masih banyak lagi.

“Ini menjadi hal yang harus kita pertimbangkan pada saat kita membicarakan perceraian pada perempuan dan anak. Artinya pada saat kita bicara perempuan dan anak kita tidak hanya bicara bagaimana pemenuhan kebutuhan dasar si anak, tapi juga ada dampak-dampak perceraian yang harusnya bisa kita hitung juga,” kata dia.

Dari segala dampak yang terjadi atas perceraian, Woro mengharapkan para hakim untuk miliki perspektif gender dalam menilai kasus perceraian, sehingga dapat memberikan putusan yang adil dan mempertimbangkan segala hak anak serta pihak yang bercerai. Baginya, perlu dilakukan pendampingan pada anak dalam proses perkara perceraian ini, khususnya ketika mereka diharapkan hadir dalam pengadilan supaya tidak ada dampak negatif pada anak.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait