Dasar Hukum Kriteria Baru Hilal Awal Bulan Hijriah
Utama

Dasar Hukum Kriteria Baru Hilal Awal Bulan Hijriah

Hilal merupakan penampakan bulan baru atau sabit yang merupakan penanda dimulainya bulan baru dalam kalender Hijriah. Sedangkan rukyat merupakan aktivitas mengamati dan melihat hilal yang tampak di ufuk barat.

Oleh:
Willa Wahyuni
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Kriteria penentuan hilal awal bulan Hijriah oleh Kementerian Agama (Kemenag) tahun ini mengacu pada kesepakatan Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) pada tahun 2021. Selama ini kriteria hilal awal Hijriah dinilai pada ketinggian 2 derajat, elongasi 3 derajat, dan umur bulan 8 jam.

MABIMS sepakat untuk mengubah kriteria tersebut menjadi ketinggian 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat. Kesepakatan ini ditandai dengan penandatanganan surat bersama ad referendum pada tahun 2021 terkait penggunaan kriteria baru MABIMS di Indonesia mulai tahun 2022.

Hilal merupakan penampakan bulan baru atau sabit yang merupakan penanda dimulainya bulan baru dalam kalender Hijriah. Sedangkan rukyat merupakan aktivitas mengamati dan melihat hilal yang tampak di ufuk barat.

Nahdlatul Ulama (NU) menggunakan metode rukyatul hilal untuk menilai posisi hilal. Rukyatul hilal adalah aktivitas mengamati visibilitas hilal saat matahari terbenam pada tanggal 29 bulan Kamariah.

Baca: Juga

Rukyat hanya dilakukan ketika telah terjadi konjungsi bulan-matahari dan pada saat matahari terbenam, hilal telah berada di atas ufuk dan dalam posisi dapat terlihat. Jika pada tanggal tersebut hilal tidak terlihat, yang dikarenakan faktor cuaca atau hilal belum tampak, maka bulan Kamariah digenapkan menjadi 30 hari.

Metode ini dilakukan saat jelang hari-hari besar umat Islam seperti awal Ramadhan, Syawal, dan Zulhijjah. Metode ini tidak dapat meramal tanggal jauh ke depan, karena tanggal baru bisa diketahui pada h-1 atau hari ke-29.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait