Dekan FH Unpar: KUHP Baru Lebih Buruk Ketimbang KUHP Kolonial Belanda
Utama

Dekan FH Unpar: KUHP Baru Lebih Buruk Ketimbang KUHP Kolonial Belanda

Dalam konteks demokrasi dan HAM, KUHP baru lebih buruk karena masuk dalam ruang privat warga negara. Diperkirakan terbitnya KUHP baru akan menimbulkan dampak serius ke depan antara lain nilai-nilai universal sudah tidak berlaku efektif lagi di Indonesia.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 5 Menit
Dekan Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan Liona Nanang Supriatna. Foto: RES
Dekan Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan Liona Nanang Supriatna. Foto: RES

Berbagai kritik terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru terus bermunculan dari berbagai elemen masyarakat termasuk kalangan akademisi. Dekan Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan (FH Unpar), Liona Nanang Supriatna, menyimpulkan KUHP yang disetujui pemerintah dan DPR untuk disahkan menjadi UU itu substansinya lebih buruk ketimbang KUHP sebelumnya yang diterbitkan pemerintahan kolonial Belanda.

“Negara tidak boleh mengintervensi urusan pribadi warga negara, itu melanggar HAM,” kata Liona saat berbincang dengan Hukumonline di Kampus FH Unpar, Jum’at (10/12/2022).

Ia menilai KUHP baru merupakan anti klimaks dalam masyarakat yang demokratis. Secara umum KUHP baru berisi ketentuan yang memundurkan nilai-nilai demokrasi dan penghormatan terhadap HAM. Dia mengingatkan HAM itu nilai yang universal berlaku di seluruh dunia. Indonesia sebagai negara yang telah meratifikasi banyak instrumen HAM mengakui pentingnya HAM tidak bisa lepas dari nilai-nilai HAM yang bersifat universal itu.

“Oleh karena itu banyak kecaman internasional terhadap KUHP baru dari konteks HAM dan demokrasi,” ujarnya.

Baca Juga:

Salah satu isu penting yang dikritik dalam KUHP berkaitan dengan HAM. Misalnya, KUHP memuat nilai-nilai agama antara lain mengancam pidana terhadap tindakan kohabitasi (hidup bersama tanpa ikatan perkawinan). Ia mengakui kohabitasi dalam berbagai agama dilarang, tapi tidak otomatis hal itu perlu diatur KUHP. Liona mengatakan agama dan keyakinan adalah urusan manusia dengan penciptanya. Sementara hukum publik tidak boleh mengurusi ranah pribadi (privat) tersebut.

“Saya melihat dari perspektif HAM KUHP lama itu jauh lebih baik daripada KUHP baru soal penghormatan HAM dan kebebasan berpendapat.”

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait