Dekan FH Unpar Ingatkan Dua Prinsip Ini Terkait Penanganan Pengungsi Internasional
Profil

Dekan FH Unpar Ingatkan Dua Prinsip Ini Terkait Penanganan Pengungsi Internasional

Yakni prinsip non refoulment dan jus cogent. Prinsip non non refoulment ini menekankan otoritas pemerintah untuk tidak melakukan pengusiran terhadap pengungsi ke wilayah yuridiksinya. Jika melanggar prinsip ini berarti negara telah melanggar HAM.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

Liona mengingatkan ada beberapa aturan internasional yang menjadi acuan untuk penanganan pengungsi internasional, seperti The Convention Relating To The Status Of The Refugees 1951 dan Protocol New York 1967 tentang Pengungsi Internasional dan Pencari Suaka.   

Negara yang meratifikasi konvensi itu dapat menentukan sendiri apakah seseorang layak ditetapkan sebagai pengungsi atau tidak. Bagi negara yang belum meratifikasi, seperti Indonesia, maka proses itu dilakukan oleh Badan PBB yang menangani masalah pencari suaka dan pengungsi yakni United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) sesuai mandat yang diterimanya berdasarkan Statuta UNHCR Tahun 1950.

Liona menerangkan sedikitnya ada 4 kategori pengungi. Pertama, pengungsi internal atau dalam negeri, dimana mereka harus meninggalkan wilayahnya ke tempat lain di negaranya karena beberapa hal, seperti konflik bersenjata, bencana alam atau karena perbuatan manusia, dan lainnya.

Kedua, pengungsi yang melarikan diri dari negaranya menuju negara lain karena mengalami presekusi, kebijakan negaranya yang diskriminatif, atau nyawanya terancam. Ketiga, pengungsi yang pergi ke negara lain karena bencana alam, dan ketika bencana itu selesai pengungsi kembali lagi ke negaranya.

Keempat, orang yang menjadi pengungsi karena tujuannya ingin mencari kehidupan baru yang lebih baik dan terdampar di tempat lain yang bukan negara tujuan utamanya, pengungsi ini kerap juga disebut sebagai imigran gelap.

Dia mengingatkan dalam konvensi itu ada prinsip non refoulment dimana otoritas pemerintah tidak dibenarkan melakukan pengusiran atau menolak masuknya pengungsi ke wilayah yuridiksinya. Baik terhadap pengungsi yang sudah ataupun belum mendapat pengakuan resmi sebagai pengungsi oleh UNHCR. Pengungsi itu bisa dipulangkan ke negara asalnya dengan syarat negara tersebut bisa menjamin keamanan, kepastian hukum, dan keadilan terhadap pengungsi.

“Kalau prinsip ini dilanggar berarti negara yang melakukannya akan disebut telah melanggar HAM,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait