Delik Ideologi Bisa Diterapkan dengan Persyaratan Ketat
Konsultasi Publik RUU KUHP

Delik Ideologi Bisa Diterapkan dengan Persyaratan Ketat

Yang dikriminalisasi mestinya bukan pada penyebaran Komunisme/Marxisme-Leninisme, tetapi pada ideologi apapun yang melegalkan kekerasan.

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
Delik Ideologi Bisa Diterapkan dengan Persyaratan Ketat
Hukumonline

 

Pakar hukum pidana Prof. Andi Hamzah menimpali, tak semua penyebaran ajaran komunisme/Marxisme-Leninisme dilarang. Seorang dosen yang mengajarkan teori Karl Marx, misalnya teori dialektika, tidak termasuk melakukan delik, ujarnya.

 

Untuk masuk kategori delik atau tindak pidana, penyebaran itu harus bersifat ‘melawan hukum'  dan ‘dilakukan di muka umum' (in openbaar). Masih belum cukup, unsur lain yang dinilai Prof. Andi sebagai inti delik adalah dengan maksud mengubah atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara'. Dengan unsur yang ketat seperti itu, Prof. Andi menyimpulkan bahwa rumusan delik larangan penyebaran komunisme/Marxisme-leninisme dalam RUU KUHP sesungguhnya sangat dibatasi. Delik ideologi dapat saja diterapkan dengan unsur atau bagian inti yang sangat ketat, ujar Guru Besar Hukum Pidana Universitas Trisakti itu.

 

Namun Ghofar masih mengkritik sifat unsur melawan hukum dalam pasal 212, terutama mengenai arti dan syarat-syaratnya. Perbuatan menyebarkan komunisme bagaimana yang disebut melawan hukum? Lalu, apakah semua ajaran Marxisme – Leninisme dilarang atau hanya bagian tertentu? Karena itu, Ghofar masih khawatir delik ideologi dalam RUU KUHP akan menjadi pasal karet.

 

Kritik lain datang dari Abdul Hakim Garuda Nusantara. Ketua Komnas HAM ini menilai RUU KUHP dalam konteks delik ideologi ‘tidak tanggap terhadap tanda-tanda zaman'. Salah satunya, ya, pelarangan komunisme/Marxisme-Leninisme. Semangat yang harusnya dibangun adalah mengkriminalisasi ideologi apapun –tidak terbatas pada Marxisme-Leninisme—yang membenarkan cara-cara kekerasan untuk menempuh sesuatu. Kejahatan terhadap keamanan negara bukan hanya datang dari ideologi semacam itu, tetapi juga bisa dari ideologi lain yang menyebarkan kekerasan. Seharusnya konsep kekerasannya yang harus dikriminalisasi.

 

Konsultasi Publik RUU KUHP hari pertama membahas antara lain tindak pidana yang menyangkut ideologi. Dalam konsultasi publik itu terungkap bahwa tadinya KUHP Belanda tidak mengenal delik ideologi. Tetapi kemudian setelah KUHP diberlakukan di Indonesia, delik-delik semacam itu muncul. Sebagai konsekuensi TAP No. XXV/MPRS/1966, tim perumus awal RUU KUHP kembali mempertahankan delik idelogi. Bahkan berlanjut ke rumusan RUU KUHP pasca reformasi sebagai konsekuensi TAP No. XVIII/MPR/1998 tentang Penegasan Pancasila Sebagai Dasar Negara.

 

Delik ideologi masuk kategori tindak pidana terhadap keamanan negara. Kejahatan terhadap ideologi dalam RUU KUHP dibagi menjadi dua bagian, yaitu penyebaran ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme (pasal 212-213), serta peniadaan dan penggantian ideologi Pancasila (pasal 214).

 

Menurut Fajromei A. Ghofar, secara umum rumusan pasal-pasal kejahatan terhadap ideologi masih memiliki sejumlah hal yang perlu dikritisi. Misalnya perumusan pasal, akibat buruknya terhadap hak asasi manusia, dan pengertian dari istilah yang dipakai. Perumusan pasal 212-213 RUU KUHP masih ambigu, ujarnya.

 

Ambigu yang dimaksud Ghofar adalah kesamaran mengenai apa sebenarnya yang dilarang. Kedua pasal melarang penyebaran ajaran Komunisme/Marxisme – Leninisme yang menggantikan atau mengubah Pancasila. Sebenarnya yang dilarang apakah penyebaran ajaran komunisme/Marxisme-Leninisme atau tindakan mengubah Pancasila? Secara kasat mata, perumusan pasal tersebut dapat diartikan bahwa mengembangkan ajaran komunisme/Marxisme-Leninisme tidaklah merupakan perbuatan yang dilarang jika tidak ditujukan untuk mengubah Pancasila, kata Ghofar.

Halaman Selanjutnya:
Tags: