Demokrasi di Indonesia Merosot, Amnesty International Beberkan Indikasinya
Terbaru

Demokrasi di Indonesia Merosot, Amnesty International Beberkan Indikasinya

Amnesty International Indonesia mencatat periode 2021-2022 terjadi 105 kasus represi terhadap ruang sipil.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid. Foto: ADY
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid. Foto: ADY

Tren perkembangan demokrasi dan HAM global mengalami kemerosotan, tak terkecuali Indonesia. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia sekaligus pengajar STH Indonesia Jentera, Usman Hamid, memaparkan sejumlah indikasi, misalnya distribusi vaksin Covid-19 yang timpang antara negara yang maju di bagian utara dan miskin di selatan.

Kebebasan ruang sipil juga menyusut seperti kudeta militer di Myanmar dan pembungkaman kebebasan berekspresi di Thailand. Melansir indeks demokrasi BPS, Usman mengatakan demokrasi di Indonesia mengalami kemunduran antara lain di sektor kebebasan sipil, kebebasan berpendapat, berserikat, dan berkumpul secara damai.

Penanganan pandemi Covid-19 juga problematik, Usman melihat kalangan pekerja kesehatan menagih janji pemerintah terkait insentif. Represi terhadap ruang sipil juga terjadi di ranah digital, misalnya peretasan. Serta sejumlah kasus yang menimpa sejumlah pihak, seperti kasus media Tempo, ICW, Bambang Widjajanto, Busyro Muqqodas, dan Ravio Patra. Periode 2021-2022, Amnesty International Indonesia mencatat sedikitnya 105 kasus represi terhadap ruang sipil.

“Ini kenyataan pahit bagi pemerintah (merosotnya demokrasi di Indonesia, red). Ini harus dibicarakan dengan jujur,” kata Usman dalam diskusi yang digelar INFID bertema “Peran dan Ketahanan Masyarakat Sipil dalam Pembangunan Berkelanjutan di Era Kemunduran Demokrasi dan Hak Asasi Manusia, Serta Ketimpangan Sosial dan Ekonomi”, di Jakarta Selasa (19/7/2022).

Baca Juga:

Kendati ada pandangan yang menyebut gerakan sosial di Indonesia kurang terorganisir, tapi Usman melihat sebaliknya. Periode 2019-2020 gerakan sosial #reformasidikorupsi membawa harapan baru. Gerakan itu tak sekedar membela liberalisasi politik, seperti menolak perpanjangan masa jabatan presiden, penundaan pemilu, dan represi, tapi juga reforma agraria, kesejahteraan buruh, keadilan iklim, dan lingkungan.

“Gerakan sosial yang terjadi bergeser dari mengusung kebebasan politik atau demokrasi politik menjadi keadilan ekonomi dan sosial,” ujar Usman.

Tags:

Berita Terkait