​​​​​​​Demokrasi Dikorupsi
Tajuk

​​​​​​​Demokrasi Dikorupsi

​​​​​​​Proses demokratisasi yang lebih efektif dalam setiap sistem kenegaraan manapun diharapkan dapat mencegah dan memberantas korupsi.

Oleh:
RED
Bacaan 2 Menit

 

Pertama, perlawanan harus dipusatkan pada gerakan kebudayaan. Budaya baru harus dihidupkan melalui pendidikan dasar, menengah dan tinggi dalam sistem pendidikan kita, juga lewat pesantren-pesantren, masjid-masjid, gereja-gereja, pura-pura, kuil-kuil dan kelenteng-kelenteng; juga dalam pengajian, pertemuan agama, arisan, pertemuan keluarga, reuni, acara makan-makan, jalan pagi, dan semua kegiatan masyarakat, dengan menekankan bahwa korupsi adalah tindakan yang luar biasa jahatnya, sama dengan terorisme. Korupsi  mencuri  uang negara, merampas hak rakyat, sehingga kesempatan setiap warga negara untuk mendapat pendidikan dan pelayanan kesehatan yang baik, menikmati fasilitas umum yang baik, serta hidup aman dan sejahtera dikurangi, dihalangi dan bahkan dimatikan.

 

Setiap orang yang diduga keras melakukan korupsi harus disingkirkan dan dikucilkan dari pergaulan masyarakat. Masyarakat kita dikenal pernah dengan kejam memperlakukan persekusi terhadap segolongan masyarakat, saudara-saudara kita sendiri, karena keyakinan politik, agama dan kepercayaan serta kesukuannya. Walaupun itu tindakan yang salah, batin kita tahu bahwa masyarakat kita mempunyai kemampuan untuk membenci sesuatu yang dianggap tidak sejalan dengan alur norma mayoritas.

 

Kini, rasa benci itu harusnya ditujukan kepada para koruptor. Bukan orangnya yang kita benci, bukan anggota keluarganya, tetapi perbuatan si koruptor itu. Tanyakanlah kepada mereka yang pernah mengalami persekusi di Indonesia, bagaimana rasanya selama bertahun-tahun mereka dianggap sebagai sampah masyarakat, disingkirkan, dan dikucilkan secara sosial. Tidak ada rasanya yang ingin mengalaminya. Budaya seperti ini terjadi di sejumlah negara. Swiss misalnya, sangat sukses membangun budaya benci korupsi ini.

 

Kedua, kita tahu bahwa sebagian besar kegiatan ekonomi di Indonesia masih bertumpu pada sektor swasta, dari UKM sampai dengan usaha besar maupun konglomerasi. Dengan beberapa pengecualian, tren yang sedang terjadi di dunia usaha saat ini adalah bagaimana mencegah korupsi dengan melibatkan dunia usaha. Gerakan berhenti menyuap ternyata banyak pengaruhnya terhadap budaya kerja di birokrasi. Aturan-aturan audit finansial yang diberlakukan terhadap dunia usaha harus makin diperketat, sehingga suap dan korupsi bisa ditekan dan akhirnya diakhiri. Kalau risk-based audit bisa dilakukan, environment-based audit bisa dilakukan, maka good-governance based audit juga harus bisa dipaksakan berlaku buat dunia usaha.

 

Bagaimana cara memaksanya? Mudah, mereka yang tidak melakukan good-governance based audit tidak bisa mendapatkan izin usaha termasuk izin usaha untuk pengelolaan sumber daya alam. Mereka yang tidak melakukan itu tidak bisa mendapatkan pinjaman dari bank, tidak bisa melakukan penawaran umum saham, obligasi atau efek lain. Mereka yang tidak melakukan itu tidak bisa mengikuti tender pemerintah atau BUMN/BUMD. Mereka yang tidak melakukan itu tidak akan bisa mendapatkan rating dari perusahaan-perusahaan rating. Mereka yang tidak melakukan itu tidak bisa ikut program amnesti pajak atau keringanan pajak dalam bentuk lain. Mereka yang tidak melakukan itu tidak bisa memperoleh program apapun yang terkait dengan pendanaan APBN, misalnya fasilitas BPJS Kesehatan. Mereka yang tidak melakukan itu dilarang untuk menggunakan infrastruktur atau fasilitas umum yang disubsidi negara, misalnya jalan negara, pelabuhan laut dan udara, dan sebagainya. Pada saat ini sudah ada ISO 37001 - Anti Bribery Management System. Dengan menggabungkan seritifikasi ini dengan Good-Governance based audit, praktis upaya ini bisa menghasilkan sesuatu yang konkret di lapangan untuk mencegah dan memberantas korupsi.

 

Ketiga, kita tahu bahwa banyak kasus korupsi yang terungkap karena informasi orang dalam melalui sistem whisteblowing (WBS). Hal ini terbukti bukan hanya untuk mengungkap korupsi di birokrasi pemerintah dan lembaga-lembaga negara, tetapi juga penyuapan atau tindak korupsi di sektor swasta. Kehandalan sistem WBS itu sendiri utamanya dari segi IT, kepercayaan masyarakat atas sistem tersebut, cara penanganan dengan melindungi identitas pelapor, dan sistem imbalan yang kadang diberikan kepada pelapor merupakan faktor-faktor penting dari kesuksesan WBS.

 

WBS bisa juga dibentuk di luar sistem (pemerintah, lembaga negara dan perusahaan swasta), tetapi juga bisa dikelola oleh organisasi masyarakat sipil. Dengan begitu berlimpahnya informasi yang bisa diakses melalui berbagai media dan sumber orang dalam, rasanya alternatif ini yang didukung oleh masyarakat sipil bisa menjadi salah satu cara partisipasi efektif masyarakat untuk keluar dari situasi sekarang ini.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait