Demokrasi, Pers, dan Hoax
Kolom

Demokrasi, Pers, dan Hoax

​​​​​​​Independensi mengalami peregangan karena adanya tarik-ulur kepentingan antara politik, kue iklan kampanye, dan ideologi.

Bacaan 2 Menit
Demokrasi, Pers, dan Hoax
Hukumonline

Pers adalah pilar demokrasi ke empat setelah eksekutif, legislatif dan yudikatif. Pers sebagai kontrol atas ketiga pilar itu dan melandasi kinerjanya dengan check and balance. Untuk dapat melakukan peranannya perlu dijunjung kebebasan pers dalam menyampaikan informasi publik secara jujur dan berimbang.

 

Wajah demokrasi sendiri terlihat pada dua sisi. Pertama, demokrasi sebagai realitas kehidupan sehari-hari, kedua, demokrasi sebagaimana ia dicitrakan oleh media informasi. Di satu sisi ada citra, di sisi lain ada realitas. Antara keduanya sangat mungkin terjadi pembauran, atau malah keterputusan hubungan.

 

Proses demokratisasi di sebuah negara tidak hanya mengandalkan parlemen, tapi juga pers yang merupakan sarana komunikasi antara pemerintah dengan rakyat, maupun rakyat dengan rakyat. Akses informasi melalui media massa ini sejalan dengan asas demokrasi, yaitu adanya tranformasi secara menyeluruh dan terbuka yang mutlak bagi negara penganut paham demokrasi, sehingga ada persebaran informasi secara merata.

 

Kebebasan pers diperlukan untuk demokrasi, keadilan dan kebenaran, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Karena itulah dalam Pasal 4 UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers dinyatakan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara; terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran; pembredelan atau pelarangan penyiaran; untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hal mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi; dan hak tolak sebagai bentuk pertanggungjawaban pemberitaan.

 

Jelas bahwa dalam sistem demokrasi dijamin adanya kemerdekaan pers, namun demokrasi membutuhkan sebuah prasyarat yaitu adanya ketertiban. Tanpa sebuah ketertiban niscaya demokrasi bakal tak ada. Karena itulah kemerdekaan pers juga membutuhkan adanya model pengaturan. Dalam hal ini, sesuai UU Pers, adalah pengaturan berupa self regulation oleh kalangan komunitas pers.

 

Pengertian kemerdekaan pers itu mencakup dua hal. Pertama adalah struktur (freedom from) yaitu kemerdekaan pers dipahami sebagai kondisi yang diterima oleh media sebagai hasil dari struktur tertentu. Negara disebut bebas apabila tidak ada sensor, bebas dari tekanan pada jurnalis, bisa independen di tengah pengaruh lingkungan ekonomi termasuk kepemilikan, tak ada aturan hukum yang mengekang kemerdekaan pers, bebas dari tekanan sosial dan politik. Yang ke dua adalah performance (freedom to) yaitu bahwa kebebasan pers juga diukur dari  bagaimana cara pers menggunakan kemerdekaan tersebut. Misalnya apakah liputan media telah jujur dan adil (fair), mengungkapkan fakta yang sebenarnya, membela kepentingan publik, dan sebagainya.

 

Kemerdekaan pers (press freedom) merupakan satu sisi pada keping yang sama dengan kebebasan berekspresi. Kemerdekaan pers diakui merupakan kendaraan yang memastikan hubungan antara kebebasan berekspresi dan demokrasi. Di Indonesia, UU Pers menyatakan bahwa kemerdekaan pers adalah bagian dari hak asasi kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi. Dalam undang-undang ini dinyatakan bahwa kemerdekaan pers ada untuk demokrasi, keadilan dan kebenaran, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Tags:

Berita Terkait