Depkumham Siapkan 90 Legal Drafter pada 2010
Utama

Depkumham Siapkan 90 Legal Drafter pada 2010

Selama sepuluh tahun terakhir tidak kurang dari 7000 peraturan perundang-undangan diterbitkan. Kebutuhan terhadap legal drafter meningkat.

Oleh:
Mys/CR-7
Bacaan 2 Menit

 

Jumlah yang besar pasti membutuhkan orang-orang yang ahli merancang peraturan perundang-undangan. Selain itu, menurut Sonny, yang harus dilakukan adalah perluasan penyebaran pengetahuan suncang di kabupaten/kota dan daerah secara umum.

 

Menanggapi target Depkumham untuk mendidk 90 orang sebagai tenaga fungsional, Sonny merasa jumlah itu masih jauh dari cukup. Hal ini dikarenakan kebutuhan yang ada terhadap jabatan fungsional suncang ini secara kuantitas sangat besar. Terlebih dalam setiap penyusunan dan perancangan perundang-undangan, biasa dilakukan oleh satu tim, yang terdiri dari delapan atau enam orang.

 

Namun demikian, Sonny menilai, hal ini adalah permulaan yang bagus, walaupun jumlah itu harus ditingkatkan lagi. Ia juga mengkritisi materi ada di dalam pelatihan. Harus ada pemilahan kurikulum sesuai kebutuhan. Misalnya, untuk jabatan fungsional suncang yang akan ditempatkan di daerah, diperlukan materi yang lebih bersifat teknik drafting.

 

Sonny menegaskan, walaupun di masing-masing lembaga sudah ada bagian yang bertanggungjawab untuk menyusun dan merancang peraturan perundang-undangan, namun adanya jabatan fungsional suncang ini, tetap menjadi hal yang penting.

 

Hal ini dikarenakan, diperlukan adanya keahlian khusus untuk menyusun dan merancang peraturan perundang-undangan yang bahkan tidak dimiliki oleh semua sarjana hukum. Selain itu, kegiatan suncang menurutnya, adalah kegiatan yang multidimensi. Sehingga, tidak harus dilakukan oleh sarjana hukum.

 

Baru empat orang

Wahiduddin Adam, Direktur Fasilitasi Perancangan Peraturan Daerah Ditjen Perundang-Undangan Depkumham menyatakan bahwa hingga saat ini, untuk daerah, baru ada empat orang yang statusnya berstatus jabatan fungsional, sebagai legal drafter. Keempat orang itu ditempatkan di Yogyakarta.

 

Ditambahkan Wahid yang menjadi masalah adalah ketidaktahuan pemimpin daerah mengenai prosedur pengajuan jabatan fungsional itu sendiri. Karena, prosedur pengajuan tersebut tidak sama dengan mengajukan promosi jabatan-jabatan yang biasa. Yang menjadi masalah lainnya, lanjut Wahid, adalah jabatan fungsional kurang menarik minat banyak orang. “Motivasi untuk jabatan fungsional itu tidak menarik. Tidak seksilah,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait