Depkumham Siapkan 90 Legal Drafter pada 2010
Utama

Depkumham Siapkan 90 Legal Drafter pada 2010

Selama sepuluh tahun terakhir tidak kurang dari 7000 peraturan perundang-undangan diterbitkan. Kebutuhan terhadap legal drafter meningkat.

Oleh:
Mys/CR-7
Bacaan 2 Menit

 

Wahid juga mengungkapkan bahwa selama ini, untuk membentuk Perda, sebenarnya baik pihak Pemda maupun DPRD sudah memiliki sumber daya yang menyusun dan merancang. Namun, jabatan mereka bukan jabatan fungsional. “Kemampuan sudah bisa, hanya bahwa dia belum memilih profesinya sebagai fungsional,” jelasnya.

 

Jabatan fungsional sendiri, menurut Wahid sangat penting agar pejabat yang bersangkutan bisa menjalani jabatannya secara tetap. Selain itu, diharapkan kalau suatu rancanganya telah disapkan  oleh tenaga fungsional yang memang mempunyai kualifikasi tertentu, diharapkan rancangan Perda itu terhindar dari pembatalan di kemudian hari.

 

Mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan di daerah, P Agung Pambudhi, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), menyatakan bahwa fakta di daerah, masih menunjukkan Perda yang dibuat, terutama Perda masalah perekonomian dan aktivitas perdagangan cenderung cut and paste saja. Perda-perda yang ada bersifat generik, sehingga antara daerah yang satu dengan daeah lainnya bisa sama persis.

 

Keberadaan legal drafter di daerah pun, masih dalam kondisi yang minim. Agung mengungkapkan bahwa selama ini Perda di internal Pemda disiapkan oleh biro hukum untuk provinsi, atau bagian hukum untuk kabupaten /kota. Pelatihan di biro hukum pun jarang dilakukan. Agung mengungkapkan, yang terjadi adalah lebih sering cut and paste. “Jadi dalam konteks itu, kebutuhan untuk membuat suatu legal draft yang memadai dalam benak Pemda ya tidak begitu penting, jelasnya.

 

Padahal, menurut Agung, jelas dibutuhkan legal drafter yang berkualitas. Karena, untuk membuat suatu pengaturan saja, perlu ditinjau apakah perlu diatur dengan Perda atau tidak. Karena, tidak setiap persolan perlu diatur dengan Peraturan perundang-undangan. Selain itu, perlu dikaji juga mengenai cost and benefit analysis rancangan Perda tersebut.

 

Agung juga menguraikan bahwa permasalahan terbesar dalam proses pembuatan Perda adalah kurang dilibatkannya stakeholders terkait. Menurutnya, pelibatan yang dilakukan Pemda, lebih sebatas pada justifikasi, dan sangat prosedural.

 

Artinya, Pemda memang mengundang pihak terkait, namun produk yang dihasilkan jauh dari masukan-masukan yang diberikan. Masalahnya, kata Agung, tidak ada satu mekanisme memadai untuk memberikan penjelasan rasional kepada pemberi masukan tentang mengapa saran atau kritik mereka tidak diterima. Hal ini berdampak pada produk Perda. Perda yang dibuat, menurut Agung, jauh dari harapan pemangku kepentingan terkait. Ketika Perda sudah disahkan, bukan saja ada penentangan dari masyarakat, tetapi juga sering dibatalkan Pemerintah Pusat atau Mahkamah Agung.

Tags:

Berita Terkait