Desakan Mundur Ketua MK Dinilai Tak Etis dan Berlebihan
Berita

Desakan Mundur Ketua MK Dinilai Tak Etis dan Berlebihan

UU MK dan PMK No. 01 Tahun 2003 tidak mengatur rumusan pasal yang dapat membuat hakim konstitusi berhenti dari jabatannya atas dasar alasan desakan dari sekelompok orang. Karena itu, Arief diminta tetap menjalankan tugas konstitusionalnya.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Sebelumnya, Sebanyak 54 guru besar dari berbagai perguruan tinggi hukum di Indonesia juga mendesak agar Arief Hidayat mundur dari jabatannya sebagai ketua MK dan hakim konstitusi. Desakan mundur ini disampaikan sebagai upaya menjaga marwah dan citra MK lantaran Arief sudah dua kali melanggar kode etik yakni kasus surat sakti untuk menitipkan keponakannya di Kejaksaan dan kasus lobi-lobi politik di DPR terkait perpanjangan masa jabatan Arief.  

 

Pernyataan sikap para guru besar ini disampaikan dalam konferensi pers di STIH Jentera, Puri Imperium, Jakarta. Hadir dua orang perwakilan guru besar yakni Prof Sulistyowati Irianto dan Prof Mayling Oey bersama pengajar STHI Bivitri Susanti dan pengajar Universitas Airlangga Herlambang P Wiratraman.

 

Dalam pernyataannya, para guru besar memandang hakim MK harus diisi oleh orang yang memiliki kejujuran, kebenaran, dan keadilan. Hakim tidak boleh memiliki ambisi pribadi terhadap kekuasaan yang justru meruntuhkan martabat lembaga penjaga konstitusi tersebut.

 

"Tanpa pemahaman hakiki tersebut, hakim tidak bisa menjadi garda penjaga kebenaran," demikian sikap resmi dari para guru besar itu dalam bentuk surat resmi yang akan dikirim ke Arief Hidayat, tembusan ke 8 hakim konstitusi, Sekjen MK, dan Ketua DPR pada Selasa 13 Februari mendatang.

 

Tags:

Berita Terkait