Dialog UPR ke-4, Indonesia Sebut Sejumlah Tantangan dalam Pembangunan Nasional Bidang HAM
Terbaru

Dialog UPR ke-4, Indonesia Sebut Sejumlah Tantangan dalam Pembangunan Nasional Bidang HAM

Dalam dialog interaktif yang dihadiri 108 negara anggota PBB itu, Indonesia mendapatkan beberapa pertanyaan beserta rekomendasi tentang kebijakan pemajuan HAM.

Oleh:
Ferinda K Fachri
Bacaan 2 Menit
Menkumham Yasonna H Laoly (tengah) dalam sidang Universal Periodic Review (UPR) di Markas PBB, Jenewa Swiss. Foto: Humas Kemlu
Menkumham Yasonna H Laoly (tengah) dalam sidang Universal Periodic Review (UPR) di Markas PBB, Jenewa Swiss. Foto: Humas Kemlu

Setelah dilakukan sebelumnya pada tahun 2017, Persidangan Universal Periodic Review (UPR) Indonesia kembali digelar. Bertempat di Markas PBB di Jenewa, Swiss, jajaran negara anggota PBB menghadiri dan menyimak laporan yang disajikan. Dalam kesempatan itu, pemerintah Indonesia menyampaikan keberhasilan serta tantangan negara dalam melakukan pembangunan nasional di bidang HAM selama 5 tahun belakangan.

“Banyak kemajuan yang telah dicapai. Namun juga Pemerintah Indonesia tidak mengabaikan adanya sejumlah tantangan, khususnya ketika kita semua menghadapi ujian yang berat dengan adanya Pandemi Covid-19,” ujar Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly, sebagaimana dikutip dari rilis Kementerian Luar Negeri RI, Rabu (9/11/2022).

Pada dialog interaktif yang dihadiri 108 negara anggota PBB itu, Indonesia mendapatkan beberapa pertanyaan beserta rekomendasi tentang kebijakan pemajuan HAM di negara. Di antara isu yang terjadi di Indonesia yang mendulang atensi negara dunia dan disoroti meliputi revisi Kitab UU Hukum Pidana, Isu hukuman mati, isu ratifikasi optional protokol konvensi anti penyiksaan, isu kebebasan beragama dan berekspresi, isu perlindungan terhadap Hak wanita, anak dan disabilitas, sampai dengan isu Papua.

Menerima sejumlah pertanyaan dan rekomendasi negara-negara anggota PBB, pemerintah telah mencatat untuk dipertimbangkan kembali. “Pemerintah Indonesia akan mempertimbangkan rekomendasi yang diterima untuk ditindaklanjuti dan menjadi bagian penting dari kebijakan HAM nasional selama lima tahun berikutnya,” kata dia.

Adapun eksistensi dari Sidang UPR dipandang pemerintah Indonesia sebagai forum penting dalam melakukan upaya nasional memenuhi mandat konstitusi guna memajukan dan melindungi HAM. Disebutkan bahwa sejak 2021 lalu, penyusunan UPR sudah dilakukan dengan serius dan inklusif. Berbagai diskusi serta jaringan masukan dilakukan dengan melibatkan Kementerian dan Lembaga Pemerintah, Pemerintah Daerah, Lembaga HAM Nasional, akademisi, hingga organisasi non-pemerintah dan masyarakat sipil.

“Indonesia menghadapi situasi yang unik dan tidak mudah untuk memenuhi komitmen pembangunan HAM. Demokrasi yang terus diuji, datangnya Pandemi, disahkannya berbagai undang-undang dan peraturan, dinamika penegakan hukum, peran masyarakat sipil yang kian dinamis, kondisi geopolitik global dan regional adalah sebagian fenomena yang mewarnai pembangunan nasional di bidang HAM selama 5 tahun terakhir,” ungkap Menkumham.

Untuk diketahui, sebagai delegasi Indonesia pada dialog UPR ke-4, selain Yasonna dan jajarannya dari Kementerian Hukum dan HAM, turut serta perwakilan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan; Kementerian Luar Negeri; Sekretariat Kabinet; Kejaksaan Agung; Kepolisian; Kementerian Sosial; dan Mahkamah Konstitusi. Kesempatan itu juga diikuti langsung oleh sejumlah lembaga HAM Indonesia baik Komnas HAM dan Komnas Perempuan, maupun NGO nasional dan internasional.

Tidak hanya Indonesia, terdapat 13 negara lain yang akan melakukan presentasi UPR dalam persidangan bulan November 2022 ini. Ke-13 negara yang dimaksudkan akan mempresentasikan situasi negaranya dalam sidang UPR adalah Aljazair, Afrika Selatan, Brazil, Belanda, Bahrain, Ecuador, Finlandia, Filipina, India, Inggris, Maroko, Polandia dan Tunisia.​

Tags:

Berita Terkait