Dianggap Pejuang Kejujuran, Presiden Diminta Kabulkan Amnesti Saiful Mahdi
Terbaru

Dianggap Pejuang Kejujuran, Presiden Diminta Kabulkan Amnesti Saiful Mahdi

Kasus Saiful Mahdi ini dinilai telah mencabut “ruh” kebebasan akademis dan mengancam kebebasan berpendapat/berekspresi yang bisa menimpa siapapun.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 5 Menit

“Apa yang jahat dari 3 kalimat tersebut, seberapa jahat pernyataan tersebut, sehingga layak dibawa ke persidangan dan berujung pada hukuman pidana, yang kapasitas penjara sudah tidak memungkinkan lagi ditambah penghuni baru di musim pandemi?” ujarnya miris.  

Ironisnya, kata dia, putusan penolakan kasasi dalam kasus ini pada 29 Juni 2021 melukai rasa keadilan masyarakat luas lantaran tidak dipertimbangkannya terbitnya Surat Keputusan Bersama (SKB) Kapolri, Jaksa Agung, dan Menkominfo No. 229 Tahun 2021, No. 154 Tahun 2021, No. KB/2/VI/2021 tentang Pedoman Implementasi Atas Pasal Tertentu Dalam UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

“Pemerintah pun sudah mengakui ada masalah dalam penerapan jerat UU ITE yang selama ini menjadi kontroversial,” ujar Dosen Fakultas Hukum Universitas Mataram ini.   

Dia menilai SKB tersebut, dalam hal ini Pedoman Implementasi Pasal 27 ayat (3) terutama dalam huruf  c, f, dan k, jelas menunjukkan seharusnya tidak ada unsur pencemaran nama baik atau fitnah apapun yang terpenuhi dan dapat dipakai untuk pemidanaan terhadap Saiful Mahdi. Pedoman Implementasi Pasal 27 ayat (3) huruf f menyebutkan: Korban sebagai pelapor harus perseorangan dengan identitas spesifik, dan bukan institusi, korporasi, profesi atau jabatan. “Logikanya, institusi dan jabatan tidak mempunyai perasaan, sehingga bagaimana mungkin dapat terhina?”  

Sementara Pedoman Implementasi Pasal 27 ayat (3) huruf k menegaskan: “Bukan merupakan delik penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dalam hal konten disebarkan melalui sarana grup percakapan yang bersifat tertutup atau terbatas, seperti grup percakapan keluarga, kelompok pertemanan akrab, kelompok profesi, grup sekantor, grup kampus atau institusi pendidikan”.

“Dalam konteks kasus ini sebuah WAG yang terbatas “UnsyiahKITA” yang berisi sekitar 100-an dosen dan karyawan kampus Universitas Syiah Kuala.”  

Karena itu, vonis hukuman 3 bulan penjara dan denda Rp10 juta oleh Pengadilan Negeri Banda Aceh terhadap Saiful Mahdi lantaran terbukti melanggar Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (3) UU No.19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Kemudian diperkuat oleh Pengadilan Tinggi Banda Aceh dan MA secara terang-benderang tak hanya melukai rasa keadilan, juga membahayakan kepastian hukum. Sebab, vonis serupa dapat menimpa siapa saja karena ukuran perbuatan pidana yang dilarang tidak jelas.  

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait