Dibuka Investasi Industri Miras? Cek Lagi Keuntungan dan Kerugiannya
Berita

Dibuka Investasi Industri Miras? Cek Lagi Keuntungan dan Kerugiannya

​​​​​​​Mulai potensi pajak yang diperoleh hingga penyerapan tenaga kerja yang dihasilkan.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Polri saat merilis minuman keras oplosan. Foto: RES
Polri saat merilis minuman keras oplosan. Foto: RES

Terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) No. 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal (BUPM) menuai polemik. Salah satunya terkait diperbolehkannya penanaman modal baru bagi industri minuman keras (miras) di empat provinsi, yakni Bali, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur dan Papua. Kecaman terhadap isu ini bukan hanya datang dari organisasi kemasyarakatan keagamaan semata, tapi juga dari kalangan parleman.

Waki Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Arsul Sani mengatakan, aturan tersebut mesti dikaji Kembali. Ia menilai, potensi mudharat terhadap rencana tersebut jauh lebih besar ketimbang manfaatnya. Ditambah lagi, pemerintah tak menjelaskan secara gamblang manfaat yang diperoleh bagi negara jika klausul tersebut ada.

“Tidak dijelaskan berapa besar efeknya pada penyerapan tenaga kerja, berapa banyak potensi pajak-pajak yang bisa digali,” ujarnya melalui keterangan tertulis kepada wartawan, Senin (1/3).

Sementara potensi mudharatnya lebih gamblang dan terlihat jelas. Seperti banyak korban mengkonsumsi miras yang berjatuhan. Menurutnya, semakin banyak produk miras, maka bakal banyak pula potensi miras oplosan. Hal lain yang dipertanyakan adalah soal bagaimana distribusi mencapai daerah-daerah yang justru kearifan lokalnya tegas menolak keberadaan miras. “Iya kami katakan tidak setuju,” kata Arsul.

Arsul mengingatkan, untuk mengakomodir kearifan lokal tak perlu sampai tertuang dalam peraturan setingkat Perpres. Apalagi, selama ini industri minuman dengan kandungan alkohol bagi keperluan ‘kearifan lokal’ pun telah berjalan di sejumlah daerah. Menurutnya di level  nasional terdapat perusahaan yang telah memproduksi minuman beralkohol bertahun-tahun tanpa harus melakukan ‘liberalisasi’ kebijakan investasi miras.

Hal senada juga diutarakan Anggota Komisi VI yang membidangi investasi, Amin AK. Menurutnya, beleid yang diteken 2 Februari itu membuka kran investasi bagi perkembangan industri miras di banyak daerah justru berpotensi menjadi ancaman besar bagi generasi muda di masa depan. “Ini apa-apaan? kita memang butuh investasi, tapi jangan asal investasi sehingga membahayakan masa depan bangsa ini,” katanya.

Anggota Badan Legislasi DPR RI itupun pun mendorong Presiden Joko Widodo dan BKPM mencoret kemudahan izin berinvestasi miras dalam lampiran III Perpres 10/2021. Menurutnya, Presiden tak harus selalu memikirkan ekonomi semata, namun abai dengan keberlangsungan generasi muda di masa depan.

Tags:

Berita Terkait