Dibutuhkan Keberanian untuk Memberantas Mafia Tanah Secara Optimal
Terbaru

Dibutuhkan Keberanian untuk Memberantas Mafia Tanah Secara Optimal

Komisi II DPR bersama Kementerian ATR/BPN sedang menyusun peta jalan pemberantasan berbagai macam lahan di luar Hak Guna Usaha.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Narasumber sebuah diskusi terkait maraknya mafia tanah di Komplek Gedung Parlemen, Kamis (8/9/2022). Foto: RFQ
Narasumber sebuah diskusi terkait maraknya mafia tanah di Komplek Gedung Parlemen, Kamis (8/9/2022). Foto: RFQ

Praktik mafia tanah di tanah air bekerja tak sendiri, tapi secara kolektif untuk mencapai tujuannya mengelabui korban. Perhatian Presiden Joko Widodo terhadap praktik mafia pertanahan pun terus diberikan agak pelakunya mendapatkan sanksi hukuman berat.  Karenanya perlu bersama-sama dalam melakukan pemberantasan praktik mafia pertanahan.

“Mafia tanah ini tak bekerja sendiri, dia kolektif, dari kepala desa, camat, notaris dan masuknya dari seksi pendaftaran tanah. Bicara masalah mafia tanah besar, enggak usah jauh-jauh, di Citereup Sentul itu ada,” ujar praktisi hukum Agus Widjajanto dalam sebuah diskusi di Komplek Gedung Parlemen, Kamis (8/9/2022) kemarin.

Dia menceritakan terdapat masyarakat yang digusur di sebuah lokasi. Ironisnya seluruh aset hingga 160 hektar yang digusur telah dikuasai sejak 1997 silam. Sayangnya, penggusuran tanpa hak dilakukan di atas tanah dengan alasan adanya kerja sama dengan perseroan besar berdasarkan perjanjian yang menggunakan notaris di bilangan kota di wilayah Jawa Barat. Sementara lahan tersebut berada di bilangan Bogor.

Menurutnya, berbagai kasus sengketa lahan dan berujung konflik mesti dijadikan momentum untuk memberantas mafia tanah. Hanya saja, pertanyaannya apakah ada keberanian dalam melakukan pemberantasan mafia yang terkait dengan korporasi besar? Persoalan serupa pun boleh jadi terjadinya di banyak tempat di seluruh penjuru Indonesia.

Merespons Agus, Anggota Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda menilai terdapat banyak kasus sengketa lahan di tanah air yang tak kalah fenomenal. Dia bercerita saat melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Riau menemukan banyaknya korporasi yang ‘nakal’. Buktinya, Kejaksaan Agung menangani perkara besar yang melibatkan korporasi besar.

Seperti kasus PT Duta Palma group di Kabupaten Indragiri Hulu. Menurutnya, total lahan yang disinyalir di luar Hak Guna Usaha (HGU) sekitar 36.000 hektare. Sementara kerugian negaranya dalam rilis terakhir Kejaksaan Agung Republik Indonesia, sebesar Rp 101 triliun. Menurutnya, Komisi II tempatnya bernaung bersama Kementerian ATR/BPN sedang menyusun peta jalan pemberantasan berbagai macam lahan di luar HGU.

Soalnya, kata politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu, lahan tersebut dieksploitasi berbagai macam sumber daya ekonomi bangsa. Tapi, malah tidak berkontribusi bagi pendapatan negara. “Kami di Komisi II berkomitmen akan mengerahkan seluruh kewenangan konstitusional yang kami miliki, pengawasan, legislasi, dan penganggaran untuk menyelesaikan persoalan ini,” klaimnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait