Dihukum 8 Tahun Penjara, Kuasa Hukum Emirsyah: Pertimbangan Hakim Tak Cermat
Berita

Dihukum 8 Tahun Penjara, Kuasa Hukum Emirsyah: Pertimbangan Hakim Tak Cermat

Kesalahan hakim sebutkan gelar akademik dan alamat kantor menurut Luhut jadi indikasi hakim tak cermat.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

Menurut Luhut, majelis hakim tidak mempertimbangkan secara cermat dan lengkap dalam menerapkan hukum pembuktian materiil. Salah satunya mengenai uang yang sudah dikembalikan kepada Sutikno Soedarjo yang juga sudah diamini Sutikno di persidangan, tidak dipertimbangkan majelis. Belum lagi beberapa prestasi Emir lainnya selama memimpin Garuda.

“Garuda baik dan untung sesuai saksi JPU. Lebih jauh Tantri bilang Emir selamatkan Garuda dari kebangkrutan dan jadi million dollar company. Selama kepengurusannya selalu acquit et de charge dari RUPS,” kata Luhut. 

Tak hanya itu, Luhut menyebut kesalahan hakim lainnya yang meskipun tidak berkaitan dengan perkara namun kesalahan kecil tersebut dianggap sebagai indikasi jika hakim tidak cermat. “Ini satu lagi kesalahan hakim itu, kecil tapi indikatif nimbangnya tidak cermat". Dia menyebut gelar saya MH padahal jelas di kuasa, pledoi dan lain-lain (tertulis) LL.M. (gelarnya). Yang sederhana ini saja salah. Kedua menyebut nama jalan kantor. Padahal jelas terpampang. Ini untuk lihat bagaimana menimbangnya saja, Sedih!” ungkapnya.

Dakwaan Emirsyah

Dalam dakwaan pertama Emirsyah Satar selaku Direktur Utama PT Garuda Indonesia tahun 2005-2014 didakwa bersama-sama dengan Hadinoto Soedigno dan Capt Agus Wahyudo menerima uang dengan jumlah keseluruhan Rp8,859 miliar; 884.200 dolar AS; 1.020.975 Euro dan 1.189.208 dolar Singapura yang diberikan melalui pemilik PT Mugi Rekso Abadi, PT Ardyaparamita Ayuprakarsa dan Connaught International Pte Ltd. Soetikno Soedarjo.

Sedangkan uang suap berasal dari Airbus SAS, Roll-Royce Plc dan Avions de Transport regional (ATR) serta Bombardier Canada melalui Hollingsworld Management International Ltd Hong Kong dan Summberville Pacific Inc. Suap tersebut terdiri atas, pertama, penerimaan uang dari Rolls-Royce Plc melalui PT Ardyaparamita Ayuprakarsa dan Connaught International terkait TCP mesin RR Trent 700 untuk enam unit pesawat Airbus A330-300 PT Garuda Indonesia yang dibeli tahun 1989 dan empat unit pesawat yang disewa dari AerCAP dan International Lease Finance Corporation (ILFC).

Kedua, penerimaan uang dari Airbus melalui Connaught International terkait pengadaan pesawat Airbus A330-300/200. Ketiga, penerimaan uang dari Airbus melalui Connaught International terkait pengadaan pesawat Airbus A320 Family.

Keempat, penerimaan uang terkait pengadaan pesawat Sub-100 Seater Canadian Regional Jet 1.000 Next Generation (CRJ1.000NG) dari Bombardier Aerospace Commercial Aircraft (selanjutnya disebut Bombardier) melalui Hollingworth Management International (HMI) dan Summerville Pasific Inc. Kelima, Penerimaan uang sejumlah 1.181.763 dolar Singapura dari Avions de Transport Regional (ATR) melalui Connnaught International terkait pengadaan 21 pesawat ATR 72 seri 600.

(Baca juga: KPK Mencium Dugaan Pencucian Uang dalam Kasus Emirsyah Satar).

Selain didakwa menerima suap, Emirsyah didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang yang totalnya mencapai sekitar Rp87.464.189.911,16. Cara-cara yang dilakukan adalah, pertama, mentransfer uang 480 ribu dolar Singapura menggunakan rekening Woollake International di UBS atas nama Mia Badilla Suhodo (mertua Emirsyah Satar) untuk ditransfer ke rekening BCA atas nama Sandrina Abubakar (istri Emirsyah) dan rekening Commonwealth Bank of Australia atas nama Eghadana Rasyid Satar (anak Emirsyah).

Kedua, menitip dana sejumlah 1.458.364,28 dolar AS (sekitar Rp20.324.493.788) ke rekening Soektino Soedarjo di Standard Chartered Bank. Ketiga, membayar pelunasan utang kredit di UOB Indonesia berdasarkan Akta Perjanjian Kredit Nomor 174 senilai 841.919 dolar AS (sekitar Rp11.733.404.143,50).

Tags:

Berita Terkait