Dilema Kejaksaan, Cerita Lama Pasang Surut Kuasa Demi Politik Penguasa
Feature

Dilema Kejaksaan, Cerita Lama Pasang Surut Kuasa Demi Politik Penguasa

Melemah di tangan kepentingan Soekarno di masa Orde Lama hingga Soeharto di masa Orde Baru.

Oleh:
Normand Edwin Elnizar
Bacaan 6 Menit

Demokrasi Terpimpin Orde Lama yang dimulai tahun 1959 disebut Fachrizal awal kemunduran kejaksaan. Presiden Soekarno menempatkan kejaksaan setara kementerian langsung di bawah perintahnya dalam kekuasaan eksekutif. Doktrin-doktrin militer juga mulai masuk ke dalam lembaga kejaksaan. Jaksa mulai menggunakan seragam serupa militer pada tahun 1960.

Jaksa versus Polisi atau versus Rezim Penguasa?

Dan Lev mencatat pada masa kemunduran kejaksaan ini juga kepolisian semakin berusaha melepaskan diri dari supervisi Jaksa dalam penanganan perkara pidana. Apalagi, kala itu kepolisian sudah digabungkan sebagai bagian dari angkatan bersenjata bersama militer. Ia menjelaskan upaya kepolisian melepaskan diri dari kejaksaan sebenarnya sudah terjadi sejak awal masa kemerdekaan. “…kepolisian menentang kekuasaan pihak penuntut atas badan kepolisian,” kata Dan Lev.

Hukumonline.com

Peneliti asal Amerika Serikat Daniel Saul Lev (Dan Lev). Foto: Istimewa 

Singkat cerita, sejak tahun 1960 telah terjadi upaya kepolisian tidak lagi bekerja di bawah supervisi kejaksaan dalam penanganan perkara pidana. Puncaknya adalah lahirnya UU No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana/KUHAP. Rezim militer Orde Baru Soeharto memiliki kepentingan agar kepolisian berwenang lebih besar mengendalikan perkara pidana.

“Polisi jadi bagian dari Angkatan Bersenjata. Asas diferensiasi fungsional itu ada kepentingan rezim militer untuk mengendalikan hukum pidana,” ujar Fachrizal. Konsep diferensiasi fungsional dikenalkan dalam KUHAP untuk memutus secara tegas kuasa Jaksa sebagai pengendali perkara pidana.

Ia secara terang-terangan mengatakan konsep diferensiasi fungsional dalam KUHAP adalah usulan Kepala Polri di masa KUHAP disahkan, Awaloedin Djamin. “Pembentukan KUHAP itu yang memimpin Awaloedin Djamin. Konsep itu dipakai katanya agar tidak saling mengganggu,” tutur Fachrizal. 

Pemisahan fungsi penyidikan oleh kepolisian dan penuntutan oleh kejaksaan semakin jelas saat berlakunya KUHAP. Isi KUHAP mengikuti desain yang sudah dirintis dalam UU Polri dan UU Kejaksaan tahun 1961. Peran keduanya semakin jelas dipisahkan dalam sistem peradilan pidana.

KUHAP menyebut penyidik adalah Polisi atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. Sedangkan Jaksa hanya diberi peran penuntut umum. Bahkan KUHAP menghapus kewenangan Jaksa soal penyidikan lanjutan untuk seluruh perkara pidana.

Tags:

Berita Terkait