Dilema Perkembangan Angkutan Laut dan Keselamatan Konsumen
Problem Hukum Transportasi Laut

Dilema Perkembangan Angkutan Laut dan Keselamatan Konsumen

Perkembangan angkutan laut penumpang kurang diimbangi adanya jaminan terhadap konsumen sebagai pemakai jasa angkutan laut penumpang.

Oleh:
HAG/CR22/YOZ
Bacaan 2 Menit
Sejumlah warga mudik menggunakan kapal laut. Foto Ilustrasi: RES
Sejumlah warga mudik menggunakan kapal laut. Foto Ilustrasi: RES
Awal tahun 2017 ditandai dengan cerita kecelakaan transportasi di Tanah Air. Kecelakaan itu dialami moda transportasi perairan yang melibatkan kapal penyebrangan KM Zahro Express di tengah laut antara Muara Angke dan Pulau Tidung. Kecelakaan yang mengakibatkan jatuhnya korban nyawa tersebut berujung ditetapkannyanakhoda KM. Zahro Express, M. Nali, sebagai tersangka untuk dimintai pertanggung jawaban. 

Sejatinya, perkembangan angkutan laut penumpang kurang diimbangi adanya jaminan terhadap konsumen sebagai pemakai jasa angkutan laut penumpang. Walaupun angkutan laut penumpang sudah berkembang lama di Tanah Air, tetapi perlindungan terhadap konsumen belum dapat diwujudkan sebagaimana mestinya. (Baca Juga: Demi Keamanan Konsumen, Kemenhub Didesak Tinjau Standardisasi Kapal)

Ya, konsumen sebagai penumpang yang menggunakan jasa angkutan, sering berada di pihak yang lemah. Konsumen tersebut menerima harga dan fasilitas yang telah ditentukan oleh penyedia jasa angkutan,tapitidak memiliki kekuatan untuk melakukan penawaran terhadap pelayanan yang diberikan oleh penyedia jasa angkutan. Artinya,perkembangan dan tumbuhnya angkutan laut penumpang tersebut kurang diimbangioleh jaminan terhadap konsumen pemakai jasa angkutan laut penumpang.

UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menjelaskan bahwahak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya.

Pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Agus Sujatno, berpandangan banyaknya kecelakaan kapal menunjukan lemahnya pengawasan keselamatan penumpang.Dalam kasuskebakaran yang disebabkan muatan yang diangkut,misalnya. Menurut Agus, sesuai protap (prosedur tetap), seharusnya sebelum kendaraan masuk ke perut kapal, petugas memeriksa isi muatan itu, kondisi kendaraan, sampai kendaraan di ikat tali. Namun hal ini kerap diabaikan oleh petugas di hampir seluruh pelabuhan di Indonesia.

“Mereka beralasan sering mendapat protes dari pemilik kapal jika pemeriksaan dilakukan sebab akan memakan waktu berjam-jam, sehingga akan membebankan biaya penyandaraan kapal,” kata Agus.(Baca Juga: Perlu Diperhatikan! Tanggung Jawab Nakhoda Kapal Jika Terjadi Kebakaran)

Peristiwa yang dialami KM. Zahro Express tentu menambah panjang rentetan daftar hitam kecelakaan transportasi laut. Berdasarkan data investigasi kecelakaan pelayaran yang dilansir Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), terdapat 54 kecelakaan transportasi laut sepanjang 2010-2016. Berikut data investigasi kecelakaan pelayaran menurut KNKT sepanjang tahun 2010-2016:

Mantan Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Tatang Kurniadi, berpendapat atas terjadinya kecelakaan transportasi, KNKT berkewajiban mencari tahu ada tidaknya pelaggaran aturan di dalamnya. Jika ditemukan adanya pelanggaran aturan, maka menjadi tanggung jawab manajemen perusahaan jasa transportasi untuk mengambil tindakan.

Dalam hal ini, Tatang menjelaskan posisi KNKT yang hanya mencari penyebab terjadinya kecelakaan untuk disampaikan ke Pemerintah sebagai bahan evaluasi. “Diajukan ke pemerintah, ke stakeholder untuk diperbaiki, ditingkatkan, diawasi, dan dilaksanakan,” ujarTatang.(Baca juga: Kapal Tabrak Dermaga, Pemilik Dihukum Bayar Ganti Rugi)

Hukumonline.com

Sumber: KNKT

Kelaiklautan Kapal
Keselamatan pelayaran erat berkaitan dengan kelaiklautan kapal, yang diatur dengan cukup lengkap dalam UU Pelayaran. Aturan kelaiklautan kapal diatur dalam Bab IX, mulai Pasal 124 hingga Pasal 171.

Direktur Komunikasi dan Manajemen Pengetahuan Pusat Studi Hukum & Kebijakan (PSHK) Indonesia, Muhammad Faiz Aziz, berpendapat aspek kelayakan beroperasi kapal menjadi penyebab kecelakaan perairan pada umumnya. Menurutnya, tahap ini merupakan salah satu aspek krusial yang perlu diperhatikan karena untukmemastikan setiap angkutan perairan yang beroperasi telah menerapkan prosedur keamanan.

“Keselamatan, safety procedure nya harus dipatuhi semuanya,” kata Azis kepada hukumonline.

Menurut Azis, dalam hal yang yang berkaitan dengan kelayakan angkutan kapal, di situ terdapat persoalan keamanan, yakni bagaimana caranya operator pelaksana transportasi perairan mencegah terjadinya kecelakaan. Selain itu, di dalam aspek kelayakan kapal tersebut, terdapat tanggung jawab operator untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan akibat limbah kapal. 

“Karena ini akan menyangkut persoalan keamanan, bagaimana dia mencegah adanya kecelakaan, bagaimana dia mencegah agar limbah kapal tidak mencemarkan lingkungan.”

Selain UU Pelayaran, Peraturan Pemerintah (PP) No.51 Tahun 2002 tentang Perkapalan, mewajibkan bagi setiap kapal untuk memenuhi persyaratan kelaiklautan kapal yang meliputi keselamatan kapal, pengawakan kapal, manajemen keselamatan pengoperasian kapal dan pencegahan pencemaran dari kapal, pemuatan dan status hukum kapal.

Dalam PP tersebut juga diatur tentang tindakan untuk keselamatan di atas kapal, yaitu kapal harus dilengkapi dengan alarm darurat umum, anak buah kapal harus terlatih apabila terjadi musibah atau meninggalkan kapal, petugas yang melakukan dinas jaga pertama harus mendapatkan waktu istirahat yang cukup, latihan peran kebakaran, peran kebocoran, peran pertolongan orang jatuh ke laut dan peran meninggalkan kapal dilakukan satu kali dalam satu minggu atau paling sedikit satu kali dalam pelayaran jika lama berlayar kurang dari satu minggu.

Selanjutnya, bagi kapal-kapal yang mengalami kecelakaan diatur bahwa hasil pemeriksaan kecelakaan kapal harus dievaluasi dan dinilai dengan tujuan meningkatkan penyelenggaraan keselamatan kapal, menentukan apakah sertifikat yang bersangkutan masih dapat diberlakukan dan menentukan perlu tidaknya dilakukan pemeriksaan lanjutan.

Azis berpendapat syarat lain kelaiklautan kapal adalah kesesuaian bobot kapal dengan jumlah penumpang dalam sebuah kapal. Dia merujuk pada beberapa peristiwa kecelakaan transportasi perairan yang diakibatkan oleh over kapasitas penumpang.”Jangan sampai dia melebihi kapasitas penumpang. Kan kapal juga ada garis muat,”tuturnya.

Selain itu, faktor kelayakan operasi transportasi perairan juga dipengaruhi oleh barang bawaan penumpang. Hal ini dikarenakan selain berdampak pada kemanan dan keselamatan pejalanan, juga berpengaruh besar terhadap kenyamanan penumpang saat kapal sedang diperjalanan. “Misalnya ada barang-barang yang berbahaya apa tidak,” terang Azis.

Banyaknya kecelakaan kapal yang terjadi tiap tahun, menunjukan lemahnya pengawasan keselamatan penumpang. Kebakaran yang disebabkan muatan yang diangkut, misalnya. Agus Suyatno berpendapat, sesuai protap (prosedur tetap), seharusnya sebelum kendaraan masuk ke perut kapal, petugas memeriksa isi muatan, kondisi kendaraan, sampai kendaraan di ikat tali.

Sayangnya, kata Agus, hal ini kerap diabaikan oleh petugas di hampir seluruh pelabuhan di Indonesia. “Mereka beralasan sering mendapat protes dari pemilik kapal jika pemeriksaan dilakukan sebab akan memakan waktu berjam-jam, sehingga akan membebankan biaya penyandaraan kapal,” katanya.

Menurut Agus, petugas Syahbandar sebagai wakil pemerintah di pelabuhan, semestinya tidak memberikan surat izin berlayar sebelum kondisi kapal dan muatannya benar-benar selesai dilakukan pemeriksaan mulai dari perlengkapan sekoci, pelampung dan alat keselamatan lainnya. Bukan malah ‘main mata’ untuk memuluskan pelayaran dengan mengabaikan keselamatan penumpang.

Kecelakaan kapal penumpang di sejumlah daerah, salah satu bukti ketidakmampuan pemerintah dalam membenahi transportasi massal dan lalai dalam mengimplementasikan UU No.17/2008 tentang Pelayaran. Di dalam undang-undang pelayaran diatur dengan jelas, tentang data manifest, kelaikan kapal, dan soal kelebihan muatan. Dalam kondisi seperti saat ini, ketentuan tentang keselamatan pelayaran acapkali dilanggar oleh operator dengan seizin Syahbandar.
Tags:

Berita Terkait