Dinilai Tak Maksimal, Aturan OSS Perlu Dievaluasi
Utama

Dinilai Tak Maksimal, Aturan OSS Perlu Dievaluasi

Masih terdapat kebingungan di tingkat daerah mengenai implementasi OSS. Perizinan daerah juga masih belum penuh terintegrasi OSS, sehingga prosesnya berjalan masing-masing.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit

 

(Baca: Jika Tak Direvisi, Koalisi Bakal ‘Gugat’ PP OSS ke MA)

 

Ghita menambahkan BKPM sedang merampungkan sistem OSS Versi 1.0 menjadi OSS Versi 1.1. Dengan peningkatan sistem tersebut diharapkan dapat menyelesaikan berbagai persoalan teknis OSS. Menurutnya, OSS Versi 1.1 nantinya terintegrasi dengan sistem perizinan daerah. Rancangan  peraturan BKPM ini juga telah dievaluasi melalui tahap konsultasi publik yang melibatkan notaris maupun pengacara.

 

Berharap Dicabut

Terpisah, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Banten Al Muktabar meminta pemerintah pusat mencabut aturan yang menghambat investasi untuk mendukung langkah percepatan investasi di daerah. Dia mencontohkan, Banten memiliki kawasan industri yang luar biasa. Tapi dalam pelaksanaan percepatan kemudahan berusaha yang dapat dirasakan langsung masyarakat, itu masih harus ditingkatkan lagi.

 

Ia menjelaskan, kalau prinsip organisasional terpadu satu pintu tapi di ruangan satu pintu itu masih banyak meja, maka belum bisa memaknai kemudahan. "Artinya kalau mejanya banyak pasti tidak mudah. Itu filosofi sederhana, mau seefektif apapun kita bekerja, kalau polanya masih seperti itu tetap akan sulit mencapai hasil yang diharapkan," kata Al Muktabar seperti dilansir Antara, saat Rapat Koordinasi Satgas Percepatan Pelaksanaan Berusaha Provinsi dan Kabupaten/Kota di Kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Banten di Serang, Rabu (11/9).

 

Ia berharap beberapa hal teknis perlu didiskusikan dan hal makro dapat disepakati bersama. Menurutnya, hal ini harus menjadi langkah serius pemerintah untuk mempermudah berusaha secara berjenjang mulai dari presiden, menteri, dan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah, termasuk diantaranya persoalan bisnis.

 

Oleh karenanya, kata dia, kabupaten/ kota dan provinsi agar dapat menginventarisasi izin-izin berusaha di sektor perdagangan dan lainnya apakah bisa didelegasikan ke Pemda. "Kemudian bila tidak ada kaitannya lagi, ya segera dicabut aturannya," kata Al Muktabar menegaskan.

 

Kepala DPMPTSP Provinsi Banten Wahyu Wardhana menambahkan, berdasarkan PP Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik, jenis perizinan dikerucutkan tingkat pemerintah pusat dan pemerintah provinsi melaksanakan perizinan sektoral kementerian.

 

Sementara, pemerintah kabupaten/kota ada yang mengelola perizinan sektoral dan ada yang membuat sendiri seperti retribusi tempat-tempat tertentu. "Jadi sekarang jenis perizinan angkanya masih bergeser-geser karena ada penyempuranaan NSPK di tingkat pusat. Dengan adanya PP 24 itu, pemohon nomor induk berusaha (NIB) sudah langsung bisa dikeluarkan, jadi izin-izin itu langsung terbit sehari. Tapi ada yang izin memerlukan komitmen dan ada yang tidak. Artinya, sebelum ada PP 24 tahun 2018 itu persyaratan dulu baru izin keluar. Sekarang izin keluar baru persyaratan dipenuhi," kata Wahyu.

 

Untuk sistem perizinan, kata Wahyu, Pemprov Banten sudah melakukan secara online dengan aplikasi Sipeka, termasuk pemenuhan persyaratan juga diunggah melalui aplikasi tersebut. Dan komunikasinya juga melalui apliaksinya. Di sana ada kolom chating untuk komunikasi kami ketika persyaratan yang diunggah ada yang kurang atau keliru, tandas Wahyu. (ANT) 

 

Tags:

Berita Terkait