Diperlukan Regulasi Memadai untuk Atur Jasa Pesan Antar Makanan Daring
Berita

Diperlukan Regulasi Memadai untuk Atur Jasa Pesan Antar Makanan Daring

Peraturan BPOM 8/2020 sudah cukup ideal dalam mengatur jasa pesan antar makanan daring, namun dalam praktiknya beberapa hal dalam regulasi ini masih dilanggar.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 5 Menit

Layanan pesan antar makanan daring Indonesia diperkirakan tumbuh 11,5% setiap tahun dari 2020 hingga 2024. Penjualan makanan berkontribusi sebesar 27,85% dari total penjualan e-commerce pada 2018, menjadikannya kategori terbesar dalam transaksi e-commerce. Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat setiap tahun, terutama di masa pandemi, di mana implementasi berbagai kebijakan pembatasan sosial membuat konsumen lebih nyaman untuk berada di tempat masing-masing.

Layanan pesan antar makanan daring, selain memperluas pilihan dan kenyamanan bagi konsumen, juga menciptakan kesempatan ekonomi bagi penjual dan pengirim. Namun, hal itu juga menciptakan tantangan keamanan pangan bagi konsumen yang berbeda dari transaksi secara langsung.

“Dibutuhkan regulasi dan koordinasi antar pemangku kepentingan yang mampu menjamin keamanan pangan bagi konsumen, menciptakan rasa aman dan kepercayaan sekaligus untuk mendukung tumbuhnya sektor ini dan mendukung tumbuhnya e-commerce di Indonesia. Contohnya, saat ini belum ada regulasi jelas terkait traceability atau keterlacakan distribusi pangan dari petani ke konsumen (farm to fork) yang dapat memetakan risiko dan mengatasi masalah keamanan pangan jika terjadi,” urai Felippa.

Ia menjelaskan, tanggung jawab untuk standar keamanan pangan, sertifikasi pra-pasar, dan pengawasan pasca-pasar yang menjadi tanggung jawab Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Kesehatan, dan pemerintah kota/kabupaten juga masih belum diimplementasikan secara efektif. Proses pendaftaran yang rumit, salah satunya, membuat perusahaan-perusahaan kecil tidak mendaftarkan usaha makanan/restoran mereka sebelum memasuki pasar daring. Sementara itu, kurangnya kapasitas dan koordinasi di antara lembaga-lembaga pemerintah menghambat pengawasan pasca-pasar yang efektif.

Untuk memperkuat sistem keamanan pangan untuk layanan pesan antar daring, pemerintah kota dan kabupaten harus mengurangi hambatan, salah satunya terkait pendaftaran, sebagai persyaratan untuk masuk ke pasar bagi perusahaan skala rumah tangga/kecil. Proses sertifikasi pra-pasar harus sederhana, memberikan pengetahuan pada pedagang tentang standar keamanan pangan, dan memfasilitasi pemantauan dan penelusuran masalah keamanan pangan.

“Pemerintah perlu melibatkan sektor swasta dalam penyusunan regulasi karena sektor swasta merupakan pihak yang terlibat langsung di dalam layanan ini. Kemampuan teknis platform online beserta inisiatif yang telah mereka lakukan secara mandiri bisa menjadi masukan yang berguna pada saat perumusan regulasi,” ungkapnya.

Felippa juga menyayangkan bahwa tambahan liabilitas yang diatur dalam Peraturan BPOM No 8 Tahun 2020 belum dibahas secara teknis, terutama perbedaan antara jasa antar oleh restoran secara langsung atau menggunakan pihak ketiga. Padahal, hal ini harus diatur melalui sistem traceability mechanism seperti last-mile tracking agar memastikan jika terjadi ketidaksesuaian penanganan makanan, dapat dilihat apakah itu oleh pelaku usaha atau penyedia jasa pengantaran. Saat ini, Peraturan BPOM hanya mengaturnya secara bersamaan antara pelaku usaha dan penyedia jasa pengantaran.

Tags:

Berita Terkait